BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dia
termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang
tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi
akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat
diobservasi.
Ada
dua tema penting dalam karya Emile Durkheim; Pertama, keutamaan sosial daripada
individu; Kedua, ide bahwa masyarakat bisa
dipelajari secara ilmiah. Kita hidup di tengah masyarakat yang
cenderung melihat segala sesuatu disebabkan oleh individu, bahkan
persoalan sosial sekalipun seperti rasisme, polusi, dan resesi ekonomi.
Durkheim mendekati masalah ini dari perspektif yang berlawanan ,
Durkheim lebih menekankan dimensi sosial dari
seluruh fenomena manusia. Durkheim melihat bahwa kekuatan-kekuatan sosial dapat
bekerja dan mempunyai pengaruh terhadap individu yang bersifat membebaskan, Karena kekuatan-kekuatan ini lalu
dapat diperhitungkan dan mungkin disesuaikan melalui tindakan manusia. Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai fakta sosial, jenis - jenis fakta sosial, dan analisis sosiologis yang
merupakan pemikiran sosiologis Emile Durkheim.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana biografi singkat Emile Durkheim?
2. Apa pengertian dari Fakta Sosial?
3. Apa saja jenis – jenis Fakta Sosial?
4. Bagaimana implikasi Fakta Sosial dalam Sosiologi?
BAB II
PEMBAHASAN
1. BIOGRAFI EMILE
DURKHEIM
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis 15 April 1858. Ia keturunan
pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi,
ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya
terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 1988). Ia
bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah
kesusastraan dan estetika. Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip
moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir
tradisional dalam filsafat dan berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang
dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski kita tertarik pada
sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga
antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris. Hasratnya
terhadap ilmu makin besar ketika dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan
dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993).
Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah
buku diantaranya adalah tentang pengalamannya selama di Jerman (R. Jones,
1994). Penerbitan buku itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan
Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. DI sinilah Durkheim pertama kali
memberikan kuliah ilmu sosial di Universitas Perancis. Ini adalah sebuah prestasi
istimewa karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan meledak di
Universitas Perancis karena nama Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang
mahasiswa. Tanggung jawab utama Durkheim adalah mengajarkan pedagogik di
sekolah pengajar dan kuliahnya yang terpenting adalah di bidang pendidikan
moral. Tujuan instruksional umum mata kuliahnya adalah akan diteruskan kepada
anak-anak muda dalam rangka membantu menanggulangi kemerosotan moral yang
dilihatnya terjadi di tengah masyarakat Perancis. Tahun-tahun berikutnya
ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia menerbitkan tesis
doktornya, The Devision of Labor in Society dalam bahasa Perancis dan
tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa Latin (W. Miller, 1993). Buku
metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun
1895 diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi
tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas
Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Perancis
yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat
terkenal lainnya, The Elementary Forins of Religious Life, diterbitkan pada
tahun 1912. Kini Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik konservatif
dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi
dimasa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukkan oleh peran
publik aktif yang dimainkannya dalam membela Alfred Drewfus, seorang kapten
tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh banyak
orang dirasakan bermotif anti-yahudi (Farrel, 1997). Durkheim merasa sangat
terluka oleh kasus Dreyfus itu, terutama oleh pandangan anti-Yahudi yang
melatarbelakangi pengadilannya. Namun Durkheim tidak mengaitkan pandangan
anti-Yahudi ini dengan rasialisme di kalangan rakyat Perancis. Secara luas ia
melihatnya sebagai gejala penyakit moral yang dihadapi masyarakat Perancis
sebagai keseluruhan (Bimbaum dan Todd, 1995). Ia berkata : Bila masyarakat
mengalami penderitaan maka perlu menemukan seorang yang dapat dianggap
bertanggung jawab atas penderitaannya itu. Orang yang dapat dijadikan sebagai
sasaran pembalasan dendam atas kemalangannya itu, dan orang yang menentang
pendapat umum yang diskriminatif, biasanya ditunjuk sebagai kambing hitam yang
akan dijadikan korban. Yang meyakinkan saya dalam penafsiran ini adalah
cara-cara masyarakat menyambut hasil pengadilan Dreyfus 1894. keriangan meluap
di jalan raya. Rakyat merayakan kemenangan atas apa yang telah dianggap
sebagai penyebab penderitaan umum. Sekurang-kurangnya mereka tahu siapa yang
harus disalahkan atas kesulitan ekonomi dan kebejatan moral yang terjadi dalam
masyarakat mereka; kesusahan itu berasal dari Yahudi. Melalui fakta ini juga segala
sesuatu telah dilihat menjadi bertambah baik dan rakyat merasa terhibur (Lukes,
1972:345). Perhatian Durkheim terhadap perkara Dreyfus berasal dari
perhatiannya yang mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas modern. Menurut
Durkheim, jawaban atas perkara Dreyfus dan krisis moral seperti itu terletak di
akhir kekacauan moral dalam masyarakat. Karena perbaikan moral itu tak dapat
dilakukan secara cepat dan mudah, Durkheim menyarankan tindakan yang lebih
khusus, seperti menindak tegas orang yang mengorbankan rasa benci terhadap
orang lain dan pemerintah harus berupaya menunjukkan kepada publik bahwa
menyebarkan rasa kebendaan itu adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia
mendesak rakyat agar “mempunyai keberanian untuk secara lantang menyatakan apa yang
mereka pikirkan dan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan
menentang kegilaan publik (Lukas, 1972:347).
Tetapi minat
Durkheim terhadap sosialisme juga dijadikan bukti bahwa ia menentang pemikiran
yang menganggapnya seorang konservatif, meski jenis pemikiran sosialismenya
sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan pengikutnya. Durkheim sebenarnya
menamakan Marxisme sebagai “seperangkat hipotesis yang dapat dibantah dan
ketinggalan zaman” (Lukes, 1972:323). Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan
gerakan yang diarahkan pada pembaharuan moral masyarakat melalui moralitas
ilmiah dan ia tak tertarik pada metode politik jangka pendek atau pada aspek
ekonomi dari sosialisme. Ia tak melihat proletariat sebagai penyelamat
masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak kekerasan. Menurut
Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem dimana didalamnya prinsip moral
ditemukan melalui studi sosiologi ilmiah di tempat prinsip moral itu
diterapkan. Durkheim berpengaruh besar dalam pembangunan sosiologi, tetapi
pengaruhnya tak hanya terbatas di bidang sosiologi saja. Sebagian besar
pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur melalui jurnal L’annee
Sociologique yang didirikannya tahun 1898. Sebuah lingkaran intelektual
muncul sekeliling jurnal itu dan Durkheim berada dipusatnya. Melalui jurnal
itu, Durkheim dan gagasannya mempengaruhi berbagai bidang seperti antropologi,
sejarah, bahasa dan psikologi yang agak ironis, mengingat serangannya terhadap
bidang psikologi. Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang
tokoh intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi
sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The
Structure of Social Action (1973) karya Talcott Parsons.
2. APA YANG DIMAKSUD FAKTA
SOSIAL
Adalah setiap cara bertindak yang umumnya terdapat dalam
suatu masyarakat tertentu yang yang memiliki eksistensinya sendiri terlepas
dari manifestasi individu. Keharusan dalam mengikuti adat istiadat, sopan
santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai seorang anggota
masyarakat merupakan suatu hubungan antar individu dengan individu lain dalam
suatu masyarakat. Berbagai tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan
anggota masyarakat lain yang dipedomani oleh norma-norma dan adat istiadat
seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota
masyarakat lain tersebut dinamakan fakta social.
Fakta social yang dimaksud di atas merupakan salah atu
konsep dari sosiologi; konsep dasar yang berhubungan dengan keberadaan individu
di masyarakat. Memahami fakta social dapat membantu memberikan penjelasan
mengenai latar belakang peranan agama dalam masyarakat yang menjadi acuan norma
social bagi individu untuk melakukan berbagai tindakan.
Istilah fakta social pertama kali diperkenalkan oleh seorang
ahli sosiologi sosiolog Perancis Émile
Durkheim pada abad ke-19 dan banyak mempengaruhi analisa Durkheim (dan para
pengikutnya) ketika melakukan penelitian terkait masyarakat, antara lain struktur sosial, norma
kebudayaan, dan nilai
sosial yang
dimasukan dan dipaksakan kepada individu. Menurut Durkheim fakta sosial adalah
seluruh cara bertindak,baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu
sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial
adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat
yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manivestasi individual.
Tujuan Durkheim adalah agar sosiologi memiliki dasar positivisme
yang
kuat, sebagai ilmu
di
antara ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki
subyek pembahasan yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat
diteliti secara empiris. Oleh karena itu, Durkheim
menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa studi atas fakta
sosial.
Fakta social dijabarkan dalam beberapa gejala social yang
abstrak, misalnya hokum, adat kebiasan, norma, bahasa, agama, dan tatanan
kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa
kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu
sehingga individu menjadi tidak Nampak. Yang dominan dalam hal ini adalah
masyarakat.
Fakta social berangkat dari asumsi umum bahwa gejala social
itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda
dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individu lainnya.
Lebih lagi, karena gejala social merupakan fakta riil, maka gejala-gejala itu
dapat dipelajari dengan metode empiris, yang memungkinkan satu ilmu tentang
masyarakat dapat dikembangkan.
Sebagai suatu
gejala social, fakta social berbeda dengan gejala individual. Sebagai gejala
social, ia mempunyai tiga karakteristik utama, pertama, gejala sosial bersifat
eksternal. Artinya, fakta social merupakan cara
bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat
sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu dan tidak bisa didefinisikan atau
diciptakan oleh individu.
Kedua, fakta sosial memaksa individu.
Seorang individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dipengaruhi
oleh pelbagai fakta social dalam lingkungan masyarakat. Artinya, fakta social
mempunyai kekuatan untuk memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri
sehingga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh semua fakta social. Seperti yang Durkheim katakan :
“Tipe – tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang
karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu titu sendiri”.
Ini tidak berarti bahwa individu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan
cara yang negatif atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku
yang bertentangan dengan kemauannya.
ketiga, fakta bersifat umum atau tersebar secara meluas
dalam satu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik
bersama, bukan sifat individu perorangan, dan juga bukan sekedar hasil dari
penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta sosial benar – benar bersifat
kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat
kolektifnya ini.
Ide
Durkheim tenteng fakta sosial menjadikan sosiologi sebagai ranah yang lepas
dari studi filsafat ataupun psikologi dan menjadi argumen yang paling
meyakinkan untuk mempelajari masyarakat sebagaimana adanya sebelum memutuskan
apakah sesungguhnya masyarakat itu.
3. JENIS –
JENIS FAKTA SOSIAL
Fakta sosial menurut
Durkheim terdiri atas dua macam :
- Dalam bentuk material, artinya mudah dipahami karena dapat diamati, disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.
- Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertenti, ialah individu. Akan tetapi Durkheim yakin bahwa ketika seseoramg mulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Menurut Durkheim, hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia dan ia juga mengatakan bahwa masyarakat bukan hanya semata-mata kumpulan individu saja walaupun faktanya masyarakat memang terdiri dari individu-individu, namun dia hanya bisa dipahami dengan mempelajari interaksi dan bukannya dengan mempelajari individu.
Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial
Karena fakta sosial nonmaterial
sangat penting bagi Durkheim, maka kita mengetenggahkan pembahasan singkat
empat jenis fakta non-material di bawah ini:
a. Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari
dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan
kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar
individu
dan bersifat memaksa individu. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan
secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris.
Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong
oleh kepeduliannya kepada kesehatan moral masyarakat
modern.
Bahkan
salah seorang teman Durkheim telah menulis bahwa tidak akan bisa memahami karya
Durkheim jika belum memahami fakta moralitas karena moralitas adalah inti dan objek dari karya-karya
Durkheim. Hal ini bukan berarti Durkheim menganggap masyarakat menjadi, atau
tengah terancam bahaya tidak bermoral. Bagi Durkheim moralitas hanya bisa diidentifikasi
dengan masyarakat.
Oleh
karena itu, masyarakat tidak mungkin tidak bermoral, namun pasti bisa
kehilangan kekuatan moral jika kepentingan kolektif masyarakat hanya terdiri
dari kepentingan-kepentingan individu belaka. selama moralitas adalh fakta
sosial, maka dia akan mengalahkan kepentingan diri mereka
b. Kesadaran Kolektif
b. Kesadaran Kolektif
kesadaran
kolektif adalah seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan
dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya
kehidupan sendiri.
Dengan
demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa
disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular.
Ada beberapa
hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat
dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut keseluruhan kepercayaan dan sentimen bersama.
Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan
mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya
sekedar cerminan dari basis material. Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa terwujud melalui kesadaran-kesadaran
individual.
Kesadaran
kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama.
Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim
menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat primitif memiliki
kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama
, lebih dari masyarakat modern.
c. Representasi
Kolektif
Karena
kesadaran kolektif merupakan merupakan sesuatu yang luas dan gagasan yang tidak
memiliki bentuk yang tetap, oleh karena itu tidak mungkin dipelajari secara
langsung akan tetapi mesti didekati melalui relasi fakta sosial material. Contoh
representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya
mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita
untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif.
Representasi
kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul
dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena
cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar
atau berhubungan dengan praktik seperti ritual.
d. Arus Sosial
Menurut
Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam
bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan dengan luapan semangat, amarah,
dan rasa kasihan yang terbentuk dalam kumpulan publik. Arus sosial kurang konkret
dibanding fakta sosial karena fakta sosial tidak bisa direduksi pada individu.
Kita diseret oleh arus sosial, dan ia memiliki kekuatan untuk memaks kita meski
kita baru bisa menyadarinya ketika kita bergulat melawan perasaan ini. Arus
sosial bisa dilihat sebagai serangkaian makna yang disepakati dan dimiliki
bersama oleh seluruh angota kelompok. Karena itu, arus sosial tersebut tidak
bisa dijelaskan berdasarkan suatu pikiran individual tertentu.
e. Pikiran Kelompok
e. Pikiran Kelompok
Durkheim
menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran individu.
Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan
tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi
melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami
mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini
terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada
bandingannya di dunia biasa
4. FAKTA SOSIAL
DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP ANALISIS SOSIOLOGI
Fakta sosial bersifat eksternal,
umum(general), dan memaksa (coercion).Fakta sosial mempengaruhi
tindakan-tindakan manusia.Tindakan individu merupakan hasil proses
pendefinisian realitas sosial, serta bagaimana orang mendefinisikan situasi.
Asumsi yang mendasari adalah bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif dalam
membangun dunia sosialnya sendiri. Fakta sosial inilah yang menjadi
pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta social dinyatakan oleh Emile
Durkheim sebagai barang sesuatu (Thing) yang berbeda dengan ide.
Barang sesuatu menjadi objek
penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui
kegiatan mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan
penyusunan data riil diluar pemikiran manusia. Fakta sosial ini menurut
Durkheim terdiri atas dua macam:
Dalam bentuk material : yaitu barang
sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial inilah
yang merupakan bagian dari dunia nyata, contohnya arsitektur dan norma hukum.
Dalam bentuk non-material : yaitu
sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Fakta ini bersifat inter subjective
yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia, sebagai contoh egoisme,
altruisme, dan opini.
Dalam melakukan pendekatan terhadap
pengamatan fakta sosial ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yang banyak
untuk ditempuh, baik interview maupun kuisioner yang terbagi lagi menjadi
berbagai cabang dan metode-metode yang semakin berkembang. Kedua metode itulah yang hingga kini
masih tetap dipertahankan oleh penganut paradigma fakta sosial sekalipun masih
adanya terdapat kelemahan didalam kedua metode tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar