Selasa, 24 September 2013

Makalah Teori Sosiologi Klasik : Auguste Comte


BAB I 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah sosiologi berasal dari ilmu filsafat (master scientiarum) yang lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan (Soekanto, 2012: 5). Oleh karena itu, sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan lainnya. Sebenarnya sosiologi telah muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun, sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir pada abad ke-18, tepatnya pada tahun 1842. Orang yang pertama kali memperkenalkan sosiologi sebagai ilmu adalah seorang ahli filsafat bangsa Prancis bernama Auguste Comte. Dialah yang disebut sebagai Bapak Sosiologi, karena Dia merupakan orang pertama yang membedakan ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi-isi ilmu sosial lainnya.
Sosiologi yang lahir pada tahun 1842 ditandai tatkala Auguste Comte menerbitkan bukunya yang berjudul Positive-Philosophy. Banyak pemikiran dan teori Comte yang sangat tersohor pada saat itu hingga sekarang. Menurut Comte, sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan atau observasi terhadap masyarakat bukan hanya sekadar spekulasi-spekulasi perihal masyarakat. Pemikiran yang paling termasyhur diantara pemikiran-pemikiran Pria yang dilahirkan 215 tahun lalu ini adalah
pemikirannya tentang tiga tahap perkembangan intelektual. Yaitu, pertama tahap teologis atau fiktif, kedua tahap metafisik yang merupakan perkembangan dari tahap pertama, dan ketiga adalah tahap positif yang merupakan tahap terakhir dari perkembanagan manusia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana profil dan biografi Auguste Comte?
2.      Apa latar belakang pemikiran Aguste Comte?
3.      Bagaimana teori-teori yang dikemukakan Auguste Comte?
4.      Bagaimana kritik terhadap teori-teori yang dikemukakan Auguste Comte?
C.    Tujuan
1.      Agar bisa memahami profil dan biografi Auguste Comte yang merupakan pendiri sosiologi (bapak sosiologi).
2.      Supaya dapat memahami teori-teori sosiologi Auguste Comte.
3.      Untuk memahami kritik-kritik terhadap teori-teori sosiologi Auguste Comte.
BAB II
PEMBAHASAN
B.     Latar Belakang Pemikiran Auguste Comte
Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran August Comte, yaitu:
a.       Revolusi perancis dengan segala pemikiran yang berkembang pada masa itu. Comte tidaklah dapat dipahami tanpa latar belakang revolusi perancis dan Restorasi Dinasti Bourbon di Perancis yaitu pada masa timbulnya krisis sosial yang maha hebat dimasa itu. Sebagai seorang ahli pikir, Comte berusaha untuk memahami krisis yang sedang terjadi tersebut. ia berpendapat bahwa manusia tidaklah dapat keluar dari krisis sosial yang terjadi itu tanpa melalui pedoman-pedoman berpikir yang bersifat scientifik. Filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18, khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham ensiklopedis ini, terutama dasar-dasar pikirannya, sekalipun kelak ia mengambil posisi tersendiri setelah keluar dari aliran ini.
b.      Aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald. Aliran reaksioner dalam pemikiran Katolik Roma adalah aliran yang menganggap bahwa abad pertengahan kekuasaan gereja sangat besar, adalah periode organis, yaitu suatu periode yang secara paling baik dapat memecahkan berbagai masalah – masalah sosial. Aliran ini menentang pendapat para ahli yang menganggap bahwa abad pertengahan adalah abad di mana terjadinya stagmasi didalam ilmu pengetahuan, karena kekuasaan gereja yang demikian besar di segala lapangan kehidupan. Comte telah membaca karya–karya pemikir Theocratic dibawah pengaruh Sain– Simont sebagaimana diketahui Sain–Simont juga menganggap bahwa abad pertengahan adalah periode organic yang bersifat konstruktif.
c.       Sumber terakhir yang melatarbelakangi pemikiran Comte adalah lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain–Simont. Comte telah membangun hubungan yang sangat erat dengan Sain–Simont dan juga dengan para ahli pikir sosialis Prancis lainnya. Comte di satu pihak akan membangun pengetahuan sosial dan dipihak lain akan membangun kehidupan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat scientific. Sebenarnya Comte memiliki sifat tersendiri terhadap aliran ini, tetapi sekalipun demikian dasar–dasar aliran masih tetap dianutnya terutama pemikiran mengenai pentingnya suatu pengawasan kolektif terhadap masyarakat, dan mendasarkan pengawasan tersebut didalam suatu dasar yang bersifat scientific.
Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya. Comte menguraikan metode–metode berpikir ilmiah. Comte mengatakan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang sangat sederhana dari akal sehat, terhadap semua fakta–fakta yang tunduk kepada akal pikiran manusia. Comte sangat mendasarkan seluruh pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau intelegensi manusia.
C.    Teori-teori yang Dikemukakan Auguste Comte
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic.
1.      Social Dynamic
Social dynamic adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat, karena social dinamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.  
a.       The law of three stages (hukum tiga tahap)
Comte berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus-menerus, namun perkembangan umum dari masyarakat tidak terus-menerus berjalan lurus. Ada banyak hal yang mengganggu perkambangan suatu masyarakat seperti faktor ras, iklim, dan tindakan politik. Comte berpendapat jawaban tentang perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang membedakan manusia dan binatang yaitu perkembangan inteligensinya. Comte mengajukan tentang tiga tingkatan inteligensi manusia, yakni teori evolusi atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu:
1)      Tahap teologis
Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa, roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia, sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme (semuanya) dan dinamisme yang menganggap alam semesta ini mempunyai jiwa. Kemudian animisme yang mempercayai dunia sebagai kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme (memilih), sedikit lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya. Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga politeisme menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda. Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu kepercayaan yang menganggap hanya ada satu Tuhan. Dalam tahap teologis kami dapat mencontohkannya sebagai berikut bergemuruhnya Guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang.
2)      Tahap metafisik
Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800. Pada tahap ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan yakni alam. Segala kejadian di muka bumi adalah hukum alam yang tidak dapat diubah. Contoh, pejabat negara adalah orang yang berpendidikan dan telah mengenal ilmu pengetahuan namun ia masih saja bergantung dan mempercayai kekuatan dukun.


3)      Tahap positivisme
Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (Tuhan atau alam) dan lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya menemukan hukum yang mengaturnya. Contoh, tanaman padi subur bukan karena akibat kehendak dewi Sri melainkan akibat dari perawatan dan pemupukan yang baik.
b.      The law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)
Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga sering kali terjadi didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu tingkat pemikiran yang bersifat scientific. Sekaligus pemikiran yang bersifat theologies didalam melihat gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.
c.         The Law of the correlation of practical activities
Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersifat natural antara cara berfikir yang teologis dengan militerisme. Cara berfikir teologis mendorong timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan (force). Karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada masyarakat primitif dalam hubungan satu sama lain. Pada tahap yang bersifat metafisis, prinsip-prinsip hukum (khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada organisasi kemasyarakatan dan hubungan antara manusia. Tahap metafisis yang bersifat legalistic demikian ini merupakan tahap transisi menuju ke tahap yang bersifat positif.
d.        The Law of the correlation of the feelings
Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat dipersatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan pemikiran manusia dengan perkembangan dari sentimen sosial. Di dalam tahap yang teologis, sentimen sosial dan rasa simpati hanya terbatas dalam masyarakat lokal. Tetapi dalam abad pertengahan, sosial sentimen berkembang semakin meluas seiring dengan perkembangan agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh Comte dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi dalam tahap yang positif/ scientific, social simpati berkembang menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif dan scientific pikiraan manusia akan mampu memperkembangkan semangat alturistis (rasa mengahargai orang yang lebih tinggi) dan menguniversilkan perasaan sosial (social simpati).
2.      Social static
Fungsi social static dimaksudkan sebagai suatu studi tentang hukum-hukum aksi dan reaksi dari berbagai bagian di dalam suatu sistem sosial. Dalam sosial static terdapat empat doktrin, yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara. Mengarah pada struktur yang ada dalam masyarakat. Diibaratkan sebagai sebuah bangunan dan segala sesuatu yang menyusun bangunan itu.
D.    Kritik terhadap Teori yang Dikemukakan Auguste Comte
Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia ke dalam tahap teologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap teologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora dikerdilkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna. Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala menerapkan metode positivistik. Di sini mulai terjadi metodolatri, pendewaan terhadap aspek metodologis.
Selain itu, model filsafat positivisme Auguste Comte tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur “kebenaran”. Sebenarnya “kebenaran” sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan sepenuhnya milik manusia. Akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan “cara tertentu”.
Kata cara tertentu merujuk pada pemikiran Karl Popper mengenai “kebenaran” dan sumber diperolehnya. Bagi Popper, ini merupakan tangkapan manusia terhadap objek melalui rasio (akal) dan pengalamannya, namun selalu bersifat tentatif. Artinya kebenaran selalu bersifat sementara yakni harus dihadapkan kepada suatu pengujian yang ketat dan gawat (crucial-test) dengan cara pengujian “trial and error” (proses penyisihan terhadap kesalahan atau kekeliruan) sehingga “kebenaran” se1alu dibuktikan melalui jalur konjektur dan refutasi dengan tetap konsisten berdiri di atas landasan pemikiran Rasionalisme-kritis dan Empirisme-kritis. Atau dengan meminjam dialektika-nya Hegel, sebuah “kebenaran” akan selalu mengalami proses tesis, sintesis, dan anti tesis, dan begitu seterusnya.
Pandangan mengenai “kebenaran” yang demikian itu bukan berarti mengisyaratkan bahwa Penulis tergolong penganut Relativisme, karena menurut Penulis, Relativisme sama sekali tidak mengakui “kebenaran” sebagai milik dan tangkapan manusia terhadap suatu objek. Penulis berkeyakinan bahwa manusia mampu menangkap dan menyimpan “kebenaran” sebagaimana yang diinginkannya serta menggunakannya, namun bagi manusia, “kebenaran” selalu bersifat sementara karena harus selalu terbuka untuk dihadapkan dengan pengujian (falsifikasi). Dan bukanlah verifikasi seperti apa yang diyakini oleh Auguste Comte. Hal demikian karena suatu teori, hukum ilmiah atau hipotesis tidak dapat diteguhkan (diverifikasikan) secara positif, melainkan dapat disangkal (difalsifikasikan).
Jelasnya, untuk menentukan “kebenaran” itu bukan perlakuan verifikasi melainkan melalui proses falsifikasi dimana data-data yang telah diobservasi, dieksperimentasi, dikomparasi dan di generalisasi-induktif berhenti sampai di situ karena telah dianggap benar dan baku (positif), melainkan harus dihadapkan dengan pengujian baru.






BAB II
PENUTUP
A.    Simpulan
Auguste comte masuk ke dalam lingkungan intelek berkat jasa dari Saint-Simon yang kemudian ia mengembangkan sayapnya sendiri sesuai dengan pemikirannya sendiri.
Beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran August Comte, yaitu:
·         Revolusi perancis dengan segala pemikiran yang berkembang pada masa itu.
·         Aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald
·         Lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain–Simont.
Auguste comte membagi sosiologi menjad menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu studi tentang hukum-hukum aksi dan reaksi antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Sedangkan sosial dynamic adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat, karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Auguste Comte juga mendapat kritikan atas teori positivismenya karena tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur “kebenaran”.
B.     Saran

Teori yang dikemukakan oleh Auguste Comte adalah hasil dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh berbagai keadaan dan tokoh pemikir lainnya yang mendominasi pada saat itu. Model filsafat positivisme Auguste Comte tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur “kebenaran”.  Padahal “kebenaran” sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan sepenuhnya milik manusia, akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan “cara tertentu”. Oleh karena itu kita sebagai manusia yang mempelajarinya janganlah m,enerima teori-teori secara mentah, namun kita harus mengkajinya dan menyesuaikan teori tersebut dengan keadaan yang kita alami.

Disusun Oleh:
1.      Ninda Lestari                                         (12413241001)
2.      Hamdani Yusuf                                      (12413241003)
3.      Raditya Malid                                       (12413241027)
4.      Dini Lailatun T                                      (12413241038)
5.      Oktri Kartika Dewi                               (12413241053)


JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013

3 komentar:

  1. pemikiran comte tentang gejala sosial itu sepeti apa ?

    BalasHapus
  2. bagaimana pemikiran huntington tentang pengaruh iklim terhadap mentalitas manusia ?

    BalasHapus
  3. Comte di anggap orang yang terganggu mentalnya atau gila tapi mungkinkah orang yang gila mampu membuat karya yang bahkan sampai saat ini mampu menciptakan metodologis sedemikian hebatnya ?

    BalasHapus