BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara heterogen
yang memiliki ras, suku bangsa, dan bahasa yang beragam, maka dari itu
masyarakatnya pun hidup dalam budaya yang plural. Namun
dari sisi lain negeri dan bangsa ini adalah satu, diikat dengan suatu idealisme
sehingga mereka bersatu. Sejarah telah membuktikan segenap warga pernah bersatu dalam semangat perjuangan
ingin terlepas dari penjajahan, mereka ingin membangun suatu negara yang
berdaulat. Para perintis telah bersumpah menggalang persatuan, terutama dalam
bahasa, bangsa, dan tanah air. Idealisme yang kuat untuk persatuan dan kesatuan
bangsa terkadang mendorong pengambil kebijakan mengabaikan keragaman dan
menekan keanekaan. Di sisi lain, ada pihak-pihak yang terlalu memfokuskan
perbedaan, hingga ingin lepas dari ikatan ke-Indonesia-an. Problema dilematis
inilah yang harus dijawab negara dan bangsa ini. Menundanya hanya akan menambah
daya ledaknya dikemudian hari. Salah satu cara untuk mempersatukan masyakat
Indonesia yang beragam ini salah satunya adalah dengan cara penerapan politik
multikulturalisme. Untuk itu kami akan membahas dalam makalah ini mengenai apa
yang dimaksud dengan politik multikulturalisme dan bagaimana politik ini
terjadi di Indonesia.
B.Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan politik
multikulturalisme?
2.
Bagaimana politik multikulturalisme
yang terjadi di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan
politik multikulturalisme.
2.
Untuk mengetahui politik
multikulturalisme yang terjadi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Politik Multikulturalisme
Agar mempermudah kita untuk
mempelajari politik multikiulturalisme marilah kita ulas sedikit tentang
masyarakat multikultur dan multikulturalisme itu sendiri.
Masyarakat
multikultural merupakan masyarakat yang memahami keberagaman dalam kehidupan di
dunia dan menerima adanya keragaman tersebut, seperti: nilai-nilai, sistem,
budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Dan bisa dibedakan pula dengan
pengertian majemuk yang artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan
kesatuan, plural artinya lebih dari satu, sedangkan beragam artinya
berwarna-warni.
Akar kata multikulturalisme adalah
kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi yang artinya banyak atau
beragam, kultural yang berarti budaya atau
kebudayaan dan isme yang berarti aliran atau paham. Singkatnya, multikulturalisme adalah sebuah
ideologi (pandangan) yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada
kesederajatan atas perbedaan kebudayaan. Multikulturalisme bertujuan untuk
kerjasama, kesederajatan, dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan
tidak monokultur lagi.
POLITIK MULTIKULTURALISME
adalah suatu sistem pemerintahan dimana semua identitas khusus yang muncul
dan berkembang di dalam masyarakat mendapat ruang.
Setiap kelompok tersebut haruslah memiliki wakil di
parlemen maupun di kabinet. Semua kelompok dari berbagai kalangan harus
mendapat tempat untuk menyalurkan aspirasinya dan ikut berpartisipasi dalam
pemerintahan. Tidak ada diskriminasi terhadap kelompok tertentu, hak untuk
berperan serta dalam pemerintahan atau kegiatan politik terbuka
selebar-lebarnya bagi semua kelompok yang ada. Kelompok disini
diartikan sebagai kelompok agama, sukubangsa, budaya,dsb.
Selama ini
parlemen hanya terdiri dari perwakilan propinsi yang telah memenangkan pemilu
legislatif. Kabinet eksekutif pemerintahan pun hanya merupakan hasil kompromi
politik dari partai-partai politik besar. Dalam kondisi ini kepentingan dan
pemikiran yang berkembang dari kelompok identitas partikular yang tersebar di
seluruh Indonesia seringkali tidak mendapatkan ruang untuk didengar. Padahal
kehadiran jutaan kelompok identitas partikular di seluruh Indonesia sangat
menentukan jati diri bangsa secara keseluruhan.
Jika parlemen dan kabinet tidak memberi ruang bagi perwakilan setiap
kelompok identitas partikular, maka demokrasi akan tersumbat. Kepentingan dan
pemikiran mereka yang unik seturut dengan kulturnya tidak akan terdengar.
Identitas kelompok mereka akhirnya terancam musnah. Jika kelompok-kelompok
identitas partikular di Indonesia musnah, maka potensi kekayaan budaya bangsa
akan musnah. Indonesia dapat terjatuh kembali menjadi negara totaliter.
Keberadaan parlemen dan kabinet multikulturalisme memungkinkan setiap
kelompok identitas partikular yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia
mendapatkan pengakuan yang selayaknya. Adanya pengakuan terhadap keberadaan
kelompok identitas partikular merupakan awal perkembangan identitas nasional
bangsa Indonesia yang multikultur. Pengakuan merupakan syarat eksistensi suatu
kelompok ataupun individu. Identitas kelompok partikular bisa berkembang secara
dialogal dengan identitas kelompok lainnya, jika pengakuan sudah diberikan.
Prinsip dasar yang harus dijadikan acuan adalah, bahwa setiap kultur
memiliki nilai pada dirinya sendiri. Setiap orang ataupun kelompok berhak hidup
seturut dengan kultur yang mereka yakini secara otentik. Pemerintahan
multikultural adalah cerminan dari masyarakat Indonesia yang juga multikultur.
Pemerintahan multikultural bisa menjamin otentisitas kehidupan dari individu
ataupun kelompok yang dipimpinnya. Di dalam masyarakat yang otentik, potensi
konflik sosial antar kelompok sangatlah kecil. Kekerasan di dalam masyarakat
pun bisa dikurangi.
Menurut
Kymlicka (Haryatmoko, 2009) arah atau tujuan politik
multikulturalisme adalah :”Pengakuan keberagaman budaya yang menumbuhkan
kepedulian agar berbagai kelompok yang termarjinalisasi dapat terintegrasi, dan
masyarakat mengakomodasi perbedaan budaya agar kekhasan identitas mereka
diakui”.
Sasaran
politik multikulturalisme :
1. Membentuk
toleransi, keterbukaan, dan solidaritas.
2. Membangun
artikulasi politik dan multikulturalisme guna menciptakan ruang publik agar
beragam komunitas berinteraksi untuk memperkaya budaya dan memfasilitasi
konsensus.
3. Mengimbangi
kebijakan ekonomi yang teknokratis, multikulturalisme mengusulkan sistem baru
representasi dan partisipasi.
4. Penataan
ruang publik menyangkut tiga aspek, yaitu fisik-sosial, budaya, dan politik.
Jika parlemen (legislatif) dan kabinet (eksekutif) memberikan tempat yang
memadai untuk setiap kelompok identitas partikular, maka kompromi politik yang
terjadi adalah kompromi untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama, karena
setiap kelompok identitas partikular hanya bisa berkembang dalam relasi dengan
kelompok identitas partikular lainnya. Inilah inti dari politik
multikulturalisme. Kesejahteraan bersama hanya dapat tercipta, jika setiap
kelompok identitas partikular memperjuangkan kepentingannya dalam relasi
dialogal dengan kelompok identitas partikular lainnya. Para politikus dan
akademisi bisa mulai melihat kemungkinan terwujudnya politik multikulturalisme di
Indonesia.
B. Politik Multikulturalisme di Indonesia
Di Indonesia, politik
multikulturalisme mulai menjadi wacana hangat yang diperbincangkan banyak orang
ketika mantan presiden Gus Dur menjabat. Mantan Presiden Republik Indonesia
yang kini sudah meninggal dunia, merupakan tokoh yang menghargai dan menjunjung
tinggi perbedaan atau pluralisme yang ada di Indonesia. Beliau mengakui
keberadaan dan eksistensi kaum Tionghoa ditengah-tengah warga pribumi, bahkan
keturunan Tionghoa mendapat kesempatan untuk berperan serta dalam pemerintahan.
Selain itu, Konghuchu, agama warga Tionghoa diakui sebagai agama resmi ke enam
di Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur.
Tiga aspek penting dari
sikap eksistensial Gus Dur sebagai penghayatan hidupnya akan multikulturalisme.
Ketiga aspek itu kiranya dapat menjadi landasan bagi terbangunnya sebuah
politik multikulturalisme di Indonesia, yaitu terbangunnya penghayatan hidup
bersama akan keberagaman sebagai bagian dari hidup bersama yang perlu dihayati
secara konsekuen.
Aspek pertama dari multikulturalisme yang dengan
gigih dihayati oleh Gus Dur adalah pengaku anak anadanya pluralitas atau
perbedaan cara hidup, baik secara agama, budaya, politik, maupun jenis kelamin.
Inilah yang disebut Will Kymlicka sebagai the politics of recognition: sikap
yang secara konsekuen mengakui adanya keragaman, keberbedaan, dan kelompok lain
sebagai yang memang lain dalam identitas kulturalnya. Hal
tersebut memberi ruang kepada masing-masing masyarakat yang berbeda tersebut
untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri tanpa harus takut terkena diskriminasi
dari pihak lain karena haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Konsekuensi logis dari pilihan politik seperti
itu adalah toleransi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari politik
pengakuan. Akibat logis yang masuk akal dari politik pengakuan adalah
membiarkan orang lain berkembang dalam identitasnya yang unik. Gus Dur
menghayati dan mempraktikkan toleransi yang berbeda dan sudah satu langkah
lebih maju. Beliau menghayati dan
mempraktekan toleransi
positif-maksimal yaitu membela kelompok mana saja termasuk
khususnya minoritas yang dihambat pelaksanaan identitas kulturalnya. Bahkan,
lebih maksimal lagi, ia mendorong semua kelompok melaksanakan penghayatan
identitas kulturalnya secara konsekuen selama tidak mengganggu ketertiban
bersama, tidak mengganggu dan menghambat kelompok lain. Beliau mendorong orang Kristen
menjadi orang Kristen sebagaimana seharusnya seorang Kristen yang baik. Beliau
pun mendorong
orang Papua menjadi orang Papua dalam identitas budayanya yang unik dan seterusnya.
Aspek ketiga dari multikulturalisme Gus Dur
adalah semakin ia mengakui kelompok lain dalam perbedaannya dan mendorong
kelompok lain menjadi dirinya sendiri, semakin Gus Dur menjadi dirinya sendiri
dalam identitas kultural dan jati dirinya. Semakin Gus Dur mendorong umat dari
agama lain menghayati agamanya secara murni dan konsekuen, beliau justru
semakin menjadi seorang muslim yang baik dan taat.
Sikap menghargai terhadap
perbedaan yang ada di negara Indonesia ini yang dicontohkan oleh Gus Dur,
merupakan cermin bagi kita semua bahwa perbedaan baik dalam segala hal pun
bukan merupakan hambatan namun justru sebagai alat pemersatu dan pelengkap satu
sama lain.Multikulturalisme
bukan sebuah ancaman terhadap tertib sosial. Multikulturalisme dengan politik
pengakuan dan toleransinya yang dihayati secara konsekuensi sebagai eksistensi
manusia justru akan menjamin tertib sosial dan melalui itu
setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri dalam keragaman yang
unik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Politik
multikulturalisme adalah
suatu sistem pemerintahan dimana
semua identitas khusus yang muncul dan berkembang di dalam masyarakat mendapat
ruang. Setiap
kelompok tersebut haruslah memiliki wakil di parlemen maupun di kabinet. Semua
kelompok dari berbagai kalangan harus mendapat tempat untuk menyalurkan
aspirasinya dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Tidak ada diskriminasi
terhadap kelompok tertentu, hak untuk berperan serta dalam pemerintahan atau
kegiatan politik terbuka selebar-lebarnya bagi semua kelompok yang ada.
Kelompok disini diartikan sebagai kelompok agama, sukubangsa, budaya,dsb.
Contoh politik multikulturalisme yang terjadi di
Indonesia adalah ketika mantan presiden Gus Dur yang
kini sudah meninggal dunia, mengakui keberadaan dan eksistensi kaum Tionghoa
ditengah-tengah warga pribumi, bahkan keturunan Tionghoa mendapat kesempatan
untuk berperan serta dalam pemerintahan. Selain itu, Konghuchu, agama warga
Tionghoa diakui sebagai agama resmi ke enam di Indonesia pada masa pemerintahan
Gus Dur. Beliau merupakan
tokoh yang menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan atau pluralisme yang ada
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
diakses pada Selasa, 24
September 2013 pukul 20.02 WIB
Hidayat bernandus.
2007. Politik Multikultural. Yogyakarta: impulse-kanisuis.
0 komentar:
Posting Komentar