BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu aset terpenting dalam pembangunan
masyarakat menuju kesejahteraan adalah sumber daya manusia. Bahwa dalam
pendekatan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat, faktor manusia tidak
diperlakukan sebagai objek atau faktor produksi yang pasif, akan tetapi sebagai
subjek dan aktor yang aktif menentukan keseluruhan proses pembangunan tersebut.
Partisipasi yang nyata dan aktif seluruh warga masyarakat dalam keseluruhan
tahap dan prosesnya menjadi poin utama pendayagunaan sumber-sumber daya yang
ada dalam rangka pemenuhan kebutuhan guna peningkatan taraf hidup masyarakat.
Nilai strategis sumber daya manusia tidak
semata-mata terletak pada segi jumlah atau kuantitas, melainkan juga kuantitas.
Sehubungan dengan hal itu, sebagai sumber daya manusia, warga masyarakat
penyandang masalah penyalahgunaan dan kecanduan narkoba tidak dapat diharapkan
tampil dalam kapasitas yang maksimal. Penurunan kemampuan fisik, kesadaran,
maupun mental menjadi alasan terbesar ketidak-maksimalan kapasitas para
penyalahguna dan pecandu narkoba. Potensi yang mereka miliki tidak
diaktualisasikan secara optimal dalam proses yang sedang berjalan. Efek narkoba
dalam level individu tersebut akan berubah menjadi efek dalam level masyarakat
termasuk sistemnya karena para pengguna dan pecandu narkoba tersebut merupakan
bagian dari masyarakat. Efek itulah yang kemudian menjadi masalah sosial dalam
masyarakat. Bahkan dalam kondisi yang lebih parah, penyandang masalah tersebut
bukan hanya tidak optimal sumbangannya terhadap proses yang sedang berlangsung
tetapi juga dapat menjadi beban.
Oleh karena itu, perlu penanganan dan
penanggulangan masalah narkoba, sistem yang berjalan serta mengakar di
dalamnya, juga masalah-masalah sosial yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba
secara serius dan kontinyu, dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Karena para pengguna, penyalahguna, pengedar maupun pecandu narkoba pada
dasarnya ada di tengah masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dan jenis narkoba?
2. Bagaimana
narkoba menjadi salah satu masalah sosial budaya?
3. Apa
faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba?
4. Apa
dampak penggunaan narkoba?
5. Bagaimana
penanganan dan penanggulangan masalah narkoba?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dan jenis-jenis narkoba.
2. Untuk
memahami narkoba menjadi salah satu masalah sosial budaya.
3. Untuk
memahami apa penyebab penyalahgunaan narkoba.
4. Untuk
mengetahui dampak penggunaan narkoba.
5. Untuk
mengetahui cara penanganan dan penanggulangan masalah narkoba.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dan Jenis Narkoba
1. Pengertian
Dalam konteks
medis, narkoba digunakan untuk terapi. Sedangkan dalam konteks hukum, narkoba
adalah zat yang dilarang. Seseorang yang memiliki atau menjualnya, akan
dikenakan hukuman tertentu.
Narkoba pada dasarnya adalah zat/obat yang
berasal dari tanaman/sintesis yang jika dimakan, diminum, dihisap, atau
dimasukkan (disuntikkan) ke dalam tubuh manusia yang dapat menurunkan kesadaran
dan menimbulkan ketergantungan karena mengandung bahan-bahan kimiawi yang
berpengaruh dan berefek pada struktur dan organisme tubuh.
Dalam UU No. 22/1997, narkoba adalah tanaman Papever, Opium
mentah, Opium masak, Opium obat, Morfina, Tanaman koka, Daun koka, Kokaina
mentah, Kokaina, Ekgonina, Tamanan ganja, Damar ganja, Garam-garam atau turunan
dari morfina dan kokaina.
2. Jenis Narkoba
a. Opium
Opium adalah getah berwarna putih
seperti susu yang keluar dari kotak biji tanaman papaver semnivervum yang belum masak. Ciri-ciri tanaman
papaver semniverum adalah mempunyai
tinggi 70-110 cm, daunnya hijau lebar berkeluk-keluk, panjangnya 10-25 cm,
tangkainya besar berdiri menjulang ke atas dan keluar dari rumpun pohonnya,
berbunga (merah, putih, ungu) dan buahnya berbentuk bulat telur. Dari buahnya
tersebut diperoleh getah yang berwarna putih kemudian membeku. Setelah
mongering, getah yang tadinya berwarna putih berganti warna menjadi hitam
cokelat. Getah tersebut dikumpulkan lalu diolah menjadi candu mentah dan candu
kasar.
b. Morpin
Kata morpin berasal dari bahasa
yunani yaitu Morpheus yang artinya
dewa mimpi yang dipuja-puja. Pengerrtian ini sama dengan yang dirasakan oleh
pengguna morphin karena mereka merasa bermain di atas awang-awang. Morpin
adalah jenis narkoba yang bahan bakunya berasal dari candu atau opium. Morpin adalah prototipe
analgetik yang kuat, tidak berbau, rasanya pahit, berbentuk kristal putih, dan
warnanya makin lama berubah menjadi kecokelat-cokelatan. Morfin dapat
mengakibatkan denyut jantung dan kondisi tubuh menjadi sangat lemah dan biasa digunakan dengan
menyuntikkan pada lengan dan paha.
c. Ganja
Tanaman ganja adalah damar yang
diambil dari semua tanaman genus cannabis,
termasuk biji dan buahnya yang pada awalnya digunakan sebagai tanaman obat.
Pohon ganja termasuk tanaman liar, ia dapat tumbuh di daerah tropis maupun
subtropis. Bagi para pengedar maupun pemakai, ganja diistilahkan dengan cimeng,
gele, daun, rumput jayus, jum, barang, marijuana, gelek hijau, bang, bunga,
ikat dan labang.
Di India, ganja dikenal dengan
sebutan Indian Hemp karena merupakan
sumber kegembiraan dan dapat memancing atau merangsang selera tertawa yang
berlebihan. Jika digunakan sesuai resep dokter, ganja dapat mengobati pusing
dan mual karena kemoterapi. Mungkin karena dampaknya yang tidak terlalu
membahayakan jiwa dan syaraf peamakainya, sehingga ganja menjadi pilihan jenis
narkoba yang paling banyak dipakai. Penggunaan ganja dalam waktu lama dapat
mengubah produksi dopamine seperti halnya obat-obat terlarang lainnya.
d. Cocaine
Tanaman koka adalah tanaman dari
semua genus erithroxylon dari
keluarga erythroxlaceae. Penemu cocaine
adalah seorang pakar kimia berkebangsaan italia bernama Paola Mantegazza
(1831-1910). Daun koka
adalah bentuk serbuk dari semua tanaman genus
erithroxylon dari keluarga erythroxlaceae,
yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
e. Heroin
Heroin ditemukan oleh seorang
ilmuwan berkebangsaan Jerman bernama Dr. Dresser pada tahun 1898. Heroin atau diacethyl morpin adalah suatu zat semi
sintesis turunan morpin yang digunakan sebagai penghilang rasa di dunia medis, serta dapat
digunakan mengatasi
batuk dan diare. Proses pembuatan heroin adalah melalui proses penyulingan dan
proses kimia lainnya di laboratorium dengan cara acethalasi dengan aceticanydrida.
Bahan bakunya adalah morpin, asam cuka, anhidraid atau asetilklorid.
Heroin murni dalam dosis sedang
memberikan efek rileksasi dan teler. Dibutuhkan dosis yang lebih besar dari
sebelumnya untuk mendapatkan efek yang sama. Heroin biasa dinikmati dengan cara
menciumnya, karena pemakai akan sangat menderita dan akhirnya bisa mati jika memakai suntik. Penggunaan heroin dalam
jangka panjang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan konstipasi. Sebagian besar
komsumsi heroin terjadi di Asia.
f. Shabu-shabu
Shabu-shabu adalah jenis narkoba
dari turunan amphetamine yang dihisap dengan menggunakan alat khusus, dan jika dikomsumsi dapat
memberikan pengaruh
yang kuat terhadap fungsi otak. Shabu-shabu berbentuk seperti bumbu masak,
yakni kristal-kristal kecil berwarna putih, tidak berbau, serta mudah larut
dalam air alkohol. Orang yang mengkomsumsi shabu-shabu akan menjadi orang yang
aktif, banyak ide, tidak merasa lelah meski telah bekerja dalam waktu yang
cukup lama, tidak merasa lapar, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
g. Ekstasi
Ekstasi adalah zat atau barang yang
tidak tergolong kategori narkoba atau alkohol, tetapi merupakan jenis zat
adiktif. Zat yang dikandung ekstasi adalah jenis amphethamine (MDMA), yaitu zat
yang tergolong simultansia (perangsang). Ekstasi berbentuk pil yang
mengakibatkan kondisi tubuh menjadi buruk dan tekanan darah semakin tinggi.
Gejalanya yaitu suka bicara, rasa cemas dan gelisah, tidak bisa duduk dengan
tenang, denyut nadi terasa cepat, kulit panas, bibir hitam, tidak bisa tidur,
bernafas lebih cepat, tangan dan jari selalu bergetar. Dalam Undang-Undang No.
5/1997, dijelaskan bahwa seseorang yang terbukti menyalahgunakan ekstasi akan
dikenakan sanksi hokum pidana yang sangat berat.
h. Putauw
Kata putauw sebenarnya adalah istilah minuman khas cina yang mengandung alkohol dan
rasanya seperti green sand. Namun bagi pecandu narkoba, narkoba jenis
ini disebut putauw. Kadar narkoba yang
terkandung dalam putauw lebih rendah dan masih tergolong ke dalam heroine kualitas empat sampai
enam. Jenis narkoba ini sering dikomsumsi oleh generasi muda yang dijadikan
sebagai trend modern masa kini.
Para Junkies (pemakai narkoba) biasanya mengejar dragon (naga) yang didapatkan dari
bubuk/kristal putauw yang dipanaskan di atas kertas timah, lalu keluarlah yang
menyerupai dragon (naga). Asap tersebut kemudian dihisapnya melalui hidung atau
mulut. Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan nyipet (menyuntikkan putauw
yang dilarutkan ke dalam air hangat ke pembuluh darah). Dengan menggunakan cara
nyipet, resiko tertular penyakit HIV/AIDS pada pemakai akan semakin besar
karena mereka menggunakan jarum suntik secara bersamaan.
i.
Sedativa/
Hipnotika
Dalam ilmu kedokteran terdapat jenis
obat yang berkhasiat sebagai obat penenang yang mengandung zat aktif nitrazepam
atau barbiturate yang termasuk psikotropika golongan IV.
Jenis-jenis
narkoba juga bisa digolongkan dari potensi ketergantungan yang
ditimbulkan, antara lain :
1. Narkoba Golongan I
Narkoba pada golongan I
ini berpotensi sangat tinggi dapat menyebabkan ketergantungan, sehingga tidak
digunakan untuk terapi kesehatan. Contohnya adalah heroin, kokain, dan ganja.
2. Narkoba Golongan II
Narkoba golongan II
merupakan jenis narkoba yang tingkat ketergantungannya tinggi. Namun, biasanya narkoba
jenis ini digunakan sebagai pilihan terakhir untuk alat terapi kesehatan.
Contohnya antara lain morfin, petidin, dan metadon.
3. Narkoba Golongan III
Berbeda dengan narkoba
golongan I dan II, narkoba golongan III mempunyai tingkat ketergantungan yang
rendah, dan biasanya digunakan untuk terapi kesehatan. Contohnya yaitu kodein.
B.
Narkoba
Menjadi Salah Satu Masalah Sosial Budaya
Dalam banyak hal, penggunaan narkoba memang
berkaitan dengan kultur masyarakat disamping perkembangan sosial ekonominya.
Sebagai ilustrasi, rata-rata keluarga di Amerika Serikat menyimpan sekitar 30
jenis obat-obatan yang termasuk dalam jenis narkoba di dalam lemari obat dan
sejumlah minuman beralkohol di lemari minuman (Eitzen, 1986: 492).
Permasalahannya kemudian dapat berakibat pada
kebiasaan kecanduan jangka panjang bersifat merugikan baik secara fisik,
psikologis, maupun sosial. Penyalahgunaan dan pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan seseorang tidak berdaya, dimana zat adiktif yang terkandung dalam
narkoba tersebut akan mengendalikan orang yang bersangkutan, membuatnya
berfikir dan bertindak secara tidak konsisten dengan nilai-nilai kepribadiannya
dan mendorong orang tersebut menjadi semakin kompulsif dan obsesif (Schaef,
1987: 18). Dampak lainnya adalah si pecandu akan berkurang; kontaknya dengan
diri sendiri, dengan orang lain, dan dunia sekitar. Hal ini selain karena efek
dari penggunaan narkoba yang mempengaruhi suasana hati, juga proses
pemakaiannya yang sudah pasti sembunyi-sembunyi dari publik atau dengan
kalangan tertentu sesama pecandu saja.
Ada beberapa sebab yang melatar belakangi
individu menjadi pengguna bahkan pecandu narkoba. Salah satunya adalah
sosialisasi individu. Penjelasannya bisa melalui tiga pendekatan, antara lain;
1. Urbanisme
Suatu penjelasan yang berangkat dari argumen
karakteristik dan kehidupan kota. Asumsi dasarnya adalah kehidupan kota yang
cenderung impersonal dan anonim. Berbeda dengan masyarakat kota yang
hubungannya lebih bersifat tatap muka dengan kontrol sosial yang lebih ketat,
masyarakat kota dianggap lebih bebas dari keduanya. Apabila karakteristik kota
dan gaya hidup seperti ini terinternalisasi melalui proses sosialisasi, maka
akan lebih mudah mendorong seseorang untuk melakukan penyimpangan termasuk
mengkonsumsi narkoba.
2. Proses Transmisi
Kultural.
Dalam teorinya tentang
proses asosiasi yang diferensial (differensial association), Shutherland
menjelaskan kenapa seseorang menjadi jahat; sedangkan orang lain tidak, padahal
berasal dari karakteristik sosial yang sama, misalnya masyarakat urban.
Seseorang belajar untuk menjadi pecandu narkoba melalui proses interaksi.
Apabila lingkungan asosiasi yang paling dekat bersifat devian, maka kuat
kecenderungannya terjadi proses belajar tentang teknik dan nilai devian,
sehingga lebih memungkinkan tejadi tindak dan perilaku konsumsi narkoba
tersebut.
3. Realita Perbedaan
Subkultur.
Dalam hal ini,
penggunaan narkoba merupakan suatu kebiasaan yag terintegrasi ke dalam
subkultur tertentu. Dengan demikian berarti kebiasaan tersebut akan mewarnai
pengalaman, gaya hidup dan cara hidup masyarakatnya, walaupun menurut ukuran
subkultur lain atau pandangan mayarakat umum dianggap sebagai penyimpangan.
Oleh sebab itulah menjadi wajar apabila pola tersebut terinternalisasi oleh
anggota masyarakatnya melalui proses sosialisasi.
Ketiga penjelasan diatas
mengindikasikan bahwa latar belakang yang mempengaruhi seseorang mengkonsumsi narkoba
adalah faktor-faktor eksternal. Dan dalam proses sosialisasi tersebut mungkin
juga terdapat peranan tokoh-tokoh tertentu dalam memperkuat daya dorong faktor
eksternal tadi. Contoh pada level kelompok sebagai media sosialisasi adalah
teman sebaya dalam peer group. Mayoritas pengguna narkoba adalah
para remaja yang memang dalam kondisi emosi labil dan belum dewasa dalam
menyikapi hal-hal baru. Ketika dalam hubungan pertemanan yang intim, mereka
akan mudah terpengaruh ajakan teman untuk mencoba hal-hal baru semisal narkoba
tersebut. Meskipun ada semacam penolakan, tetapi akhirnya mereka yang belum
matang kepribadiannya akan terkena pengaruh juga.
Sumber permasalahan
narkoba juga bisa dijelaskan menggunakan perspektif labeling. Ada perbedaan
interpretasi terhadap bentuk penggunaan narkoba, sehingga kemudian
mengakibatkan perbedaan label yang diberikan. Perbedaan interpretasi tersebut
disebabkan oleh perbedaan referensi yang digunakan, perbedaan kepentingan dan
perbedaan konstelasi sosial ekonomi politik. Label “deviasi” pada narkoba
biasanya diberikan atas reaksi penolakan (social reaction) pada obat
tersebut. Namun bisa saja golonan masyarakat lain memberikan label yang
berbeda. Semisal pada kasus mariyuana yang terjadi di Amerika Serikat,
pemberian legitimasi bagi pengguna jenis obat tersebut berhubungan langsung
dengan jumlah pemakai yang merupakan anak-anak lapisan menengah dan atas
(Etzen, 1986: 520). Sebaliknya, pemberian label sebagi devian bagi pemakai
jenis obat tertentu yang biasa dilakukan lapisan bawah yang diikuti kebijakan
represif dapat menciptakan siklus counter productive bagi
ilegalitas dan aktivitas kriminal. Tendensi ke arah deviasi akan lebih kuat
apabila tumbuh kesan dan perasaan diperlakukan tidak adil.
Selain dengan
menggunakan perspektif labeling, sumber masalah narkoba dapat dilihat dari
sudut sistem yang luas. Masalah penyalahgunaan narkoba dipandang sebagai dampak
dari sistem yang kurang memberi peluang, sarana, dan saluran bagi masyarakat
guna memenuhi berbagai aspirasi dan kebutuhannya. Sebagaimana diketahui,
masalah sosial dapat terjadi akibat tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan
dan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan (Wirjosumarto, 1973: 20). Jadi jika
sistem yang berlaku kurang berhasil mengalokasikan sumber-sumber yang ada, maka
akan muncul masalah sosial.
Pendapat Maslow (Eitzen,
1986: 10) tentang berbagai variasi kebutuhan seperti kebutuhan fisik (penopang
hidup), rasa aman, dukungan kelompok, harga diri, memperoleh penghargaan dan
aktualisasi diri, serta pandangan Goulet (1973: 94) tentang tujuan pembangunan
yang meliputi perbaikan hal-hal yang berkaitan dengan penopang hidup, harga
diri, dan kebebasan dari penindasan, ketidakacuhan, kesengsaraan, kemelaratan,
dapat memperjelas hal ini. Dengan tidak tertampungnya aspirasi dan tidak
terpenuhinya kebutuhan melalui sistem yang ada, maka dapat menyebabkan
kehidupan di dalam sistem terasa menyesakkan dan mendorong mereka yang tidak
puas atau kecewa mencari alternatif pemenuhan lain atau sekedar pelarian dengan
cara-cara diluar sistem. Dan salah satu alternatif yang sering dirasa paling
manjur antara lain adalah pemakaian narkoba. Karena seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, efek pemakaian narkoba bisa mengubah suasanan hati
menjadi pelupa. Media narkoba menjadi efektif untuk melupakan kekecewaan hidup
dan untuk merasakan sensasi lain atas ketidakpuasan dari kesalahan sistem.
Kepincangan sistem juga
akan berakibat pada lemahnya penanganan represif narkoba dan masalah sosial
yang ditimbulkannya, sebab kepincangan sistem juga berarti tidak berfungsinya
lagi norma-norma sosial yang ada secara optimal. Institusi kontrol dan
pengendalian sosial hanya sekedar formalisasi, sehingga sudah tidak lagi
relevan menghadapi masalah-masalah sosial yang muncul.
Para pengguna dan
pecandu cenderung mengabaikan aturan-aturan yang berlaku karena kesadaran
mereka menurun drastis dalam pengaruh pemakaian narkoba. Mereka bersikap apatis
atas norma-norma yang ada, sehingga memunculkan banyak tindak kriminalitas
seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan,
pengrusakan, dan sebagainya yang tentu berefek buruk pada masyarakat luas.
Kebutuhan akan rasa aman dan kebebasan atas penindasan semakin sulit untuk
terpenuhi. Warga masyarakat resah akan eksistensi narkoba (dalam sistem yang
meliputi baik pengolahan, peredaran, penyalahgunaan, dan dampak dari
penyalahgunaan narkoba tersebut) karena mengancam eksistensi atas norma-norma
yang berlaku dan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok mereka untuk bisa
menjalani kehidupan secara normal. Hal ini juga berhubungan erat dengan
kelangsungan hidup generasi mendatang yang semakin rentan terhadap jerat narkoba,
sehingga pembangunan kesejahteraan masyarakat menuju negara dan bangsa yang
utuh akan semakin terganggu disebabkan kualitas sumber daya manusianya yang
semakin menurun.
Menelaah lebih khusus
lagi masalah kecenderungan tindak kejahatan pemakai narkoba bisa dilihat dari
perspektif hukum yang dikenal dengan istilahconcurus realis. Concurus realis berarti
melakukan lebih dari satu tindak pidana. Istilah tersebut tepat untuk
menggolongkan suatu gejala patologi sosial yang menggejala pada masyarakat yang
semakin terbawa arus globalisasi dan modernisasi belakangan ini.
Gejala concurus
realis tersebut jelas menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkoba dan
pemakainya bukan masalah atau bahaya yang berdiri sendiri, tetapi secara tidak
langsung ia merupakan masalah yang sangat potensial bagi munculnya masalah lain
yaitu perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh para pemakai narkoba tersebut.
Dengan melihat berbagai
latar belakang yang sudah disebutkan sebelumnya, individu mulai terlibat dalam
pengkonsumsian narkoba. Pada mula-mulanya individu tersebut hanya mencoba-coba
atau iseng karena mungkin tekanan dari luar ataupun dorongan pribadi atas
segala masalah hidupnya di dalam masyarakat modern yang makin lama berkembang
semakin kompleks. Perasaan khusus yang ia rasakan setelah mengkonsumsi narkoba
tersebut memberinya efek menyenangkan. Dari sinilah muncul proses belajar yang
mengikuti prinsip the law of effect; artinya sesuatu yang memberi
akibat menyenangkan cenderung dilakukan berulang-ulang. Kecanduan adalah
istilah dalam narkoba untuk menggambarkan prinsip tersebut. Individu akan sulit
melepaskan diri dari narkoba jika sudah pada taraf kecanduan, karena jika
tuntutan pemakaian narkoba tidak dipenuhi maka individu tersebut akan mengalami
penderitaan fisik semisal berkeringat dingin, menggigil, jantung
berdebar-debar, bahkan sakaw. Kebutuhan akan narkoba dalam situasi demikian
akan membuat individu tersebut menggunakan segala jenis cara untuk mendapatkan narkoba
walaupun harus melanggar norma-norma yang berlaku, asalkan bisa memperoleh uang
untuk membeli barang haram tersebut. Maka maraklah pencurian, penipuan,
perampokan, dan berbagai tindak kejahatan lainnya. Perilaku tersebut biasanya
bukan hanya karena pengaruh internal individu saja, tapi juga doktrinasi
norma-norma menyimpang yang berkembang dan ditularkan oleh individu-individu
lain yang dekat dengan si pemakai tersebut (peer group, teman sebaya, dan
sebagainya).
Beberapa penjelasan
tentang dampak serta efek negatif penyalahgunaan narkoba pada kehidupan sosial
masyarakat secara umum diatas menjadi benang merah hubungan narkoba dan
masalah sosial. Ketika narkoba dikonsumsi oleh individu atau sekelompok
golongan tertentu yang tidak berdampak meluas kepada masyarakat atau digunakan
untuk kepentingan legal semisal untuk kesehatan ataupun ilmu pengetahuan, maka
masalah narkoba tersebut belum menjadi sebuah masalah sosial. Tetapi realita
yang terjadi adalah dampak penggunaan narkoba secara luar biasa meluas ke
berbagai lapisan masyarakat dari yang terendah sampai yang tertinggi. Maka dari
itu, narkoba digolongkan sebagai suatu masalah sosial.
C. Faktor Penyebab Terjadinya
Penyalahgunaan Narkoba
Banyak faktor penyebab yang membuat seseorang
untuk terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, bisa faktor lingkungan social,
kepribadian dan juga bisa dengan faktor dalam keluarga, terkadang banyak
dari individu yang tidak bisa mengatasi masalahnya sehingga individu tersebut
malah menggunakan narkoba sebagai cara untuk bisa mengatasi semua yang sedang
di hadapi.penyalahgunaan narkoba dan obat-obat perangsang yang sejenis erat
kaitanya dengan beberapa hal yang menyangkut sebab, motivasi dan akibat yang
ingin di capai. Secara sosiologis, penyalahgunaan narkoba oleh masyarakat
merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan/ pengalaman sebagai
pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses interaksi social. Secara
subjektif individu, penyalahgunaan narkoba oleh kaum remaja sebagai salah satu
akselerasi upaya individu/ subyek agar dapat mengungkap dan menangkap kepuasan
yang belum pernah dirasakan dalam kehidupan keluarga yang hakikatnya menjadi
kebutuhab primer dan fundamental bagi setiap individu, terutama bagi anak
remaja yang sedang tumbuh dan berkembang dalam segala asfek kehidupannya.
Secara obyektif penyalahgunaan narkoba merupakan visualisasi dari proses
isolasi yang pasti membebani fisik dan mental sehinnga dapat menghambat
pertumbuhan yang sehat.
Secara universal penyalahgunaan narkoba dan
zat-zat lain yang sejenisnya merupakan perbuatan distruktif dengan efek-efek
negatifnya. Menurut Sudarsono, seorang yang menderita ketagihan atau
ketergantungan pada narkoba akan merugikan dirinya sendiri, juga merusak
kehidupan masyarakat. Sebab secara sosiologis, mereka menggangu masyarakat
dengan perbuatan-perbuatan kekerasan, acuh tak acuh, gangguan lalu lintas, dan
kriminalitas lainnya. Bahaya penyalahgunaan narkoba benar-benar sangat
merugikan masyarakat terutama bagi pemakainya sendiri, sedangkan yang terjadi
pada masyarakat Indonesia, penyalahgunaan narkoba tidak hanya di kalangan tua,
dewasa saja. Dalam kenyataan kaum remaja juga sudah banyak terseret dalam dunia
distruktif yakni penyalahgunaan narkoba.
Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba antara lain:
1. Lingkungan Sosial
a. Karena ingin tahu
b. Adanya kesempatan
c. Sarana dan prasarana
2. Kepribadian
a. Emosional dan mental
b. Rendah diri
3. Keluarga
D. Dampak Penggunaan Narkoba
Efek dari penggunaan narkoba
antara lain mampu mengubah suasana hati penggunanya. Pada umumnya, suasana hati
yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :
1.
Rasa gelisah, gugup, curiga, merasa
dikejar-kejar, dan mudah tersinggung.
2.
Pelupa, pikiran kabur, acuh tak acuh,
dan tertekan.
3.
Apatis, putus asa, pendiam, bingung, dan
menyendiri.
4.
Sinis, pesimis, dan muram.
Dalam proses yang lebih
lanjut, penyalahgunaan penggunaan narkoba akan mengakibatkan kecanduan bagi
pemakainya. Penggunaan yang berlebihan menjadi tidak berdaya secara fisik
maupun mental. Secara fisik karena tidak bisa melepasakan diri dari pemakaian narkoba
dan meresa tersiksa jika tidak memakai narkoba dalam jangka waktu tertentu.
Secara mental karena selalu terdorong oleh hasrat dan nafsu yang besar untuk
terus menggunakan narkoba disebabkan oleh karena sifat candu narkoba itu
sendiri /zat adiktif.
Daya tarik narkoba
terletak pada kesanggupan untuk menciptakan perasaan nyaman karena dapat
menghilangkan rasa takut, ketegangan, dan kegugupan secara semu. Dalam
keadaan high, ditemukan perasaan diluar kenyataan, seperti mimpi.
Apabila daya kerja narkoba mulai habis, perasaanhigh mulai hilang,
timbul bebagai macam gejala, seperti menguap-nguap, menggigil, berkeringat,
hidung dan mata basah, otot dan perut sakit, mual, kemudian muncul halusinasi
dan khayalan.
Ketika si pemakai sudah
kecanduan, maka secara fisik maupun mental ia sangat bergantung pada pemenuhan
kebutuhan akan narkoba, dan dosis yang dipakai akan terus bertambah, sehingga
daya tahan tubuh akan terus berkurang. Dan puncaknya, pemakaian narkoba terlalu
banyak melampaui dosis normal/terlalu tinggi yang tidak bisa diproses tubuh
karena daya tahan tubuh turun secara drastis (overdosis) bisa
menyebabkan kematian pada si pemakai.
E. Penanganan dan Penanggulangan
Masalah Narkoba
Penanggulangan penyalahgunaan narkoba dikalangan
masyarakat dilakukan sedini mungkin melalui tindakan yang bijaksana setelah
mengetahui sebab-sebab penyalahgunaan narkoba yang sebagian besar adalah kaum
remaja. Di samping itu perlu diungkapkan sebab-sebab munculnya para
pengedarserta beberapa sebab yang erat kaitanya dengan bidang social, ekonomi,
kultural dan mental. Secara global upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba
dalam kalangan masyarakat dapat dilakukan secara moralistic dan
abolisionistik yaitu:
Cara moralistic dalam usaha menanggulangi
penyalahgunaan narkotik adalah menitikberatkan pada pembinaan moral dan membina
kekukuhan mental masyarakat, juga membina mental dan moral seorang anak remaja.
Dengan pembinaan moral baik masyarakat lebih-lebih anak remaja tidak mudah
terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Nilai-nilai moral akan mampu
menggagalkan, setiap orang bermoral dengan sendirinya akan menjauhjan
dirinya dari bahayanya narkoba. Dengan pembinaan agama yang sebaik-baiknya
berarti masyarakat dan anak remaja akan memiliki kekuatan mental yang kokoh sehingga
tidak mudah melanggar hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berarti
pula tidak akan menggunakan narkoba dan obat-obatan yang sejenis swcara
illegal.
Cara abolisionistik dalam usaha
menanggulangi penyalahgunaan narkoba oleh masyarakat dan kaum remaja
adalah dengan berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan dengan memberantas
sebab musababnya misalnya kita ketahui bahwa faktor-faktor tekanan ekonomi(
kemelaratan) merupakan salah satu faktor pnyebab kejahatan maka usaha untuk
mencapai kesejahteraan untuk mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor
ekonomi merupakan cara abolisionistik.
Menanggulangi penyalahgunaan narkoba tidak jauh
berbeda dengan upaya penanggulangan kejahatan pada umumnya. Cara moralistic dan
abolisionistik dapat dilaksanakan scara bersama-sama akan tetapi dapat pula
digunakan salah satu dari keduanya. Penggunaan dengan cara-cara yang ada
hendaknya memperhatikan kondisi kondisi yang paling memadai untuk mencapai
hasil yang diharapkan.
Masalah narkoba berada dalam ruang lingkup yang
cukup luas di masyarakat karena pengaruhnya sampai ke berbagai lapisan
masyarakat. Ruang lingkup pengaruh yang luas dan serba rumit (multi-kompleks)
ini tidak bisa ditanggulangi hanya dari satu pihak saja melainkan oleh semua
pihak yang berkepentingan secara bersama-sama dan serius. Kesadaran tentang
adanya kesatuan kepentingan, kesatuan pandangan, dan kesatuan tujuan inilah
yang perlu diwujudkan dan dijadikan landasan utama serta pendorong yang ampuh
dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba. Dan mengingat kompleksnya
masalah ini, maka pola penanganannya harus lebih ditekankan pada tindakan
pencegahan (preventif) disamping juga pada tindakan pengobatan dan rehabilitasi
(represif).
Untuk penjelasannya, penanganan masalah narkoba
bisa melalui beberapa pranata sosial yang ada dalam masyarakat dibawah ini,
dengan mengacu pada tindakan-tindakan riil yang bisa dilakukan. Antara lain:
1. Keluarga
Keluarga sebagai satuan sistem terkecil dalam
masyrakat harus menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, terutama berkenaan
dengan pendidikan anak. Pendidikan disini adalah pendidikan karakter serta
kepribadian si anak. Anak harus dididik agar terbentuk karakter dan kepribadian
yang baik serta kuat untuk menjadi modal perkembangan si anak selanjutnya
menuju masa remaja dan dewasa, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh berbagai
hal negatif yang membahayakan si anak sendiri, antara lain pengaruh
penyalahgunaan narkoba.
Banyak juga kesaksian para pengguna dan pecandu
narkoba yang menuturkan bahwa salah satu motivasi terbesar mereka dalam
pengkonsumsian narkoba adalah karena keadaan keluarga yang kurang harmonis.
Oleh karena itu, pengobatan dan rehabilitasi para korban narkoba harus
ditekankan pada pembinaan keluarganya. Hubungan yang baik antara orang tua dan
anak tentu akan mempercepat proses penyembuhan. Namun sebelum hal tersebut
terjadi, yang paling penting tentu agar setiap keluarga menjaga keharmonisan
hubungan antara anggota keluarga serta pengawasan dan pemberian kasih sayang
yang memadai agar si anak tidak meluapkan ketidaknyamanan di lingkungan
internal keluarga untuk hal negatif semisal narkoba tersebut di luar lingkungan
keluarga.
Poin penting lainnya adalah berhubungan dengan
pola asuh anak yang jika terlalu dimanja maka akan mudah terseret pada narkoba.
Hal ini disebabkan karena jika segala permintaan si anak dipenuhi terutama
uang, orang tua tidak selalu tahu pasti untuk apa uang tersebut digunakan. Juga
pemenuhan fasilitas lain yang mendekatkan si anak pada lingkungan para pengguna
narkoba. Oleh karena itu, perlu pola pengasuhan anak yang tepat untuk tidak
terlalu keras, tidak bersikap masa bodoh, namun juga tidak terlalu dimanjakan.
Orang tua harus menanamkan disiplin yang wajar, juga memberi contoh hidup yang
baik agar dikenal dan diteladani. Selain itu juga perlu kontrol yang rutin atas
pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin bisa merasuki pemikiran dan pola perilaku
anak yang berasal dari luar, semisal teman sebaya, televisi, internet, serta
terhadap penggunaan waktu luang anak agar dapat diisi dengan kegiatan yang
bermanfaat.
2. Pendidikan
a. Pendidikan Formal
Bila sekolah mampu
mengoptimalkan fungsinya yaitu mengembangkan serta memajukan kepribadian,
pengetahuan, dan keterampilan si peserta didik, maka akan mampu menghasilkan
generasi muda yang baik, yang dapat berfungsi pula sebagai sarana pencegahan
generasi muda dari penyalahgunaan narkoba.
Disini juga ditekankan
peran pendidik dalam melakukan penanganan yang tepat dalam menghadapi peserta
didik yang ketahuan menggunakan narkoba. Tindakan kekerasan tidaklah akan
efektif. Jalan terbaik adalah meneliti dengan seksama apa yang menjadi
penyebab si anak melakukan hal tersebut. Karena dengan diagnosis masalah yang
tepat, maka pendidik akan secara tepat pula untuk penanganan masalahnya.
Tindakan yang bijaksana adalah membujuk dan menasehati anak itu, dan memberikan
pengertian yang logis dengan penuh kasih sayang. Para pendidik hendaknya
menganggap para korban sebagai orang yang sakit, orang yang harus mendapat pertolongan,
dan bukan sebagai penjahat yang harus mendapat hukuman yang berat.
Yang tak kalah penting
adalah pendidikan agama. Bahwa dengan meningkatkan iman dan takwa si peserta
didik melalui proses pendidikan, maka dengan sendirinya si peserta didik
tidak akan berani mencoba-coba narkoba karena selain merugikan diri sendiri dan
orang lain, narkoba juga termasuk barang yang diharamkan jika disalahgunakan
manfaatnya, dan akan berdosa jika tetap mengkonsumsinya.
b. Pendidikan non
formal/luar sekolah
Disini pendidikan luar
sekolah berarti pengembangan bakat, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai dalam
proses sosialisasi di masyarakat luas. Semisal dalam perkumpulan olahraga,
disini individu bisa lebih intens dalam kegiatan pengembangan kesehatan jasmani
maupun mental, mengenai kemasyarakatan, maupun organisasi. Atau di dalam
perkumpulan kesenian, disini tiap individu bisa dengan leluasa mengembangkan
apresiasi seninya, estetika, bobot, dan hobi, serta mempelajari kebudayaan
nasional agar terbentuk tameng bagi serbuan kebudayaan asing yang beberapa
unsurnya bisa berefek negatif bagi individu tersebut, antara lain pengaruh narkoba
yang diserap dari kebudayaan para remaja di negara-negara barat.
Inti dari kegiatan
pendidikan di luar sekolah adalah bagaimana membuat individu-individu terutama
para remaja untuk seaktif mungkin mengembangkan bakat, keterampilan, hobi,
sikap, dan nilai-nilai di dalam kegiatan perkumpulan yang ada agar
individu-individu tadi diharapkan bisa seminimal mungkin terhindar dari
pengaruh narkoba. Dengan berkecimpung dalam perkumpulan yang beranggotakan
non-pengguna narkoba, maka sudah ada modal yang baik bagi masa depan si
individu untuk tidak mendapat pengaruh akan narkoba. Kegiatan yang intens juga
akan menguras tenaga maupun pikiran individu tersebut untuk hal-hal yang
positif. Bila proses pendidikan berhasil menumbuhkan kepribadian yang baik,
maka individu tersebut akan tahu bahwa penyalahgunaan narkoba itu berbahaya
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat luas, sehingga dengan sendirinya
ia tidak akan mengkonsumsi barang haram tersebut.
3. Polri
Polri diharapkan bisa optimal dalam menyelidiki
setiap kasus narkoba agar bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Diharapkan
pelaku juga bisa ditindak dengan lebih tegas agar bisa menjadi semacam bagi
pelaku lain di luar sana yang belum tertangkap. Hukuman yang tegas ini
sekaligus juga bisa menunjukkan keseriusan Polri dalam menangani kasus-kasus narkoba,
sehingga mata rantai peredaran narkoba bisa terputus.
Dalam pembinaan, Polri bisa menangani para
penyalahguna baik dengan cara isolasi bagi korban ringan, maupun pengiriman
langsung ke rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, atau pusat rehabilitasi
penderita narkoba bagi korban yang sudah kronis.
4. Departemen Kesehatan
Peran
departemen kesehatan dalam penanggulangan narkoba ialah dalam penanggulangan
secara preventif maupun represif. Represif antara lain penerangan dan
penyuluhan seluas-luasnya kepada masyarakat, baik generasi muda maupun tua,
juga instansi-instansi pemerintah dan swasta tentangan acaman narkoba baik pada
diri pribadi maupun bagi masyarakat luas. Sedangkan dalam usaha represif yaitu
pengobatan dan rehabilitasi, Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas
perawatan, baik dalam rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, rumah sakit swasta,
maupun pusat rehabilitasi, lengkap dengan para ahlinya.
5. Departemen Sosial
Tindakan preventif Departemen Sosial antara lain
melalui wadah Karang Taruna sebagai program pengisian waktu luang bagi
anak-anak dan remaja. Disini para remaja diarahkan agar membentuk dan
mengembangkan kepribadian sehingga menjadi manusia dewasa yang mempunyai rasa
tanggung jawab masyarakat dan sosial yang tinggi. Jika sudah demikian maka
diharapkan para remaja tidak terjebak pada pengaruh narkoba karena dapat
menjadi sumber masalah di masyarakat luas.
Untuk memantapkan program Karang Taruna,
Departemen Sosial juga menyelenggarakan penataran-penataran bagi pengurus
Karang Taruna di seluruh Indonesia. Lalu Departemen Sosial juga melaksanakan
program rehabilitasi/resosialisasi untuk mengembalikan para korban pengaruh narkoba
yang telah mendapat rehabilitasi medis dan psikiatris kembali ke dalam
masyarakat dan mengoptimalkan sumber dayanya untuk kemajuan pembangunan dan
kesejahteraan.
Dan
yang paling penting dari usaha-usaha penanganan masalah sosial narkoba tentu
saja dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, karena seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, para penyalahguna, pengedar, maupun pecandu pada
dasarnya dekat di sekitar kita. Namun kadang kita kurang peka terhadap
gejala-gejala yang terlihat, bahkan acuh tidak acuh melihat kenyataan
keberadaan para pengedar, penyalahguna, ataupun pecandu karena merasa bukan
urusan kita. Kita kurang menyadari bahwa selain dampak personal, narkoba juga
dapat menjadi masalah sosial yang nantinya juga kembali berpengaruh negatif
pada kita dan orang-orang yang kita sayangi.
Sudah
saatnya kita tidak hanya diam atau menutup mata atas realita dunia narkoba dan
ikut berperan serta untuk menghancurkan sistem di dalamnya serta memutus mata
rantai setan narkoba yang mengancam kelangsungan generasi muda sebagai tulang
punggung masa depan negara dan bangsa. Bahwa dalam perspektif pembangunan
masyarakat, faktor manusia tidak semata-mata berfungsi sebagai potensi yang
dapat digerakkan, akan tetapi lebih bersifat sebagai aktor atau pelaku dalam
proses pembangunan itu sendiri. Bagaimana bisa proses pembangunan bisa berjalan
dengan baik jika para aktornya sendiri terjebak dalam dunia hitam? Sebagai
seorang manusia yang telah diamanahkan sebagai khalifah di muka bumi ini, kita
terlalu berharga untuk hanya sekedar pelan-pelan hancur karena narkoba.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Narkoba pada dasarnya
adalah zat/obat yang berasal dari tanaman/sintesis yang jika dimakan, diminum,
dihisap, atau dimasukkan (disuntikkan) ke dalam tubuh manusia dapat menurunkan
kesadaran dan menimbulkan ketergantungan karena mengandung bahan-bahan kimiawi
yang berpengaruh dan berefek pada struktur dan organisme tubuh. Efek dari
penggunaan narkoba antara lain mampu mengubah suasana hati penggunanya dan bisa
menyebabkan kecanduan dan ketergantungan. Jenis-jenisnya antara lain:
heroin, kokain, dan ganja, morfin, petidin, dan metadon, dan kodein.
Ketika narkoba
dikonsumsi oleh individu atau sekelompok golongan tertentu yang tidak berdampak
meluas kepada masyarakat atau digunakan untuk kepentingan legal semisal untuk
kesehatan ataupun ilmu pengetahuan, maka masalah narkoba tersebut belum menjadi
sebuah masalah sosial. Tetapi relita yang terjadi adalah dampak penggunaan narkoba
secara luar biasa meluas ke berbagai lapisan masyarakat dari yang terendah
sampai yang tertinggi. Dampaknya antara lain menimbulkan kriminalitas dan
kejahatan, semisal pencurian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan
lain-lain. Maka dari itu, narkoba digolongkan sebagai suatu masalah sosial.
Penanganan masalah narkoba
meliputi usaha yang bersifat preventif dan represif yang bisa diterapkan di
pranata-pranata sosial semisal keluarga, sekolah, perkumpulan-perkumpulan,
organisasi pemuda, Polri, pusat rehabilitasi, departemen sosial, dan
sebagainya. Namun demi keefektifan penanggulangan, seluruh komponen masyarakat
harus ikut berperan serta dalam kesatuan pandangan, kesatuan aksi, dan
kesatuan, sehingga secara langsung maupun tidak pembangunan kesejahteraan
masyarakat, bangsa, dan negara bisa tumbuh secara optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
diakses pada Senin 4
November 2013 pukul 20.32 WIB
Soetomo.
2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sudarsono.
1991. Kenakalan remaja: remaja dan narkoba. Jakarta: PT Rineka Cipta.