Senin, 02 Desember 2013

Makalah Teori Sosiologi Klasik : Karl Marx 1



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup
Karl Marx lahir di Trier, Prussia tanggal 5 Mei 1818. Ayahnya seorang pengacara, memberikan nuansa kehidupan kelas menengah pada keluarganya. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga rabi, namun karena alasan bisnis ayahnya berganti agama menjadi Lutherian ketika Karl Marx masih sangat muda. Pada tahun 1841 Marx memperoleh gelar Doktor Filsafatnya dari Universits Berlin, seolah yang sangat dipengaruhi Hegel dan para hegelianmuda yang begitu suportif, namun kritis terhadap guru mereka. Disertasi Doktoral Marx hanyalah satu risalah filosofis yang hambar, namun hal ini mengantisipasi banyak gagasannya kemudian. Setelah lulus ia menjadi penulis di koran radikal-liberal dan
dalam  kurun waktu 10 bulan menjadi editor kepala. Namun, kareana posisipolitisnya, koran ini ditutup 10 bulan kemudian oleh pemerintah. Esai-esai awal yang dipublikasikan pada periode itu mulai merefleksikan sejumlah pandangan-pandangan yang akan mengarahkan Marx sepanjang hidupnya. Dengan bebas, esai-esai tersebut menyebarkan prinsip-prinsip demokrasi, humanisme, dab idealisme muda. Ia menolak sifat abstrak filsafat Hegelin, impian naif komunis-utopis, dan para aktifis yang menyerukan hal-hal yang dipandangnya sebagai aksi politik prematur. Ketika menolak aktifis-aktifis tersebut, Marx meletakkan karya abadinya:
upaya praktis, dilakukan massa, dapat  dijawab dengan meriam begitu upaya-upaya tersebut membahayakan, namun gagasan-gagasan yang telah melampaui intelektualitas dan mengalahkan keyakinan kita, gagasan-gagasan yang karena alasan tersebut telah membelenggu kesadaran kita, adalah rantai yang tidak dapat dilepaskan orang tanpa mematahkan hatinya, itu semua adalah hantu yang hanya dapat diklahkan orang dengan cara tunduk kepadanya. (Marx, 1842/1977:20).

Marx menikah tahun 1843 dan segera terpaksa meninggalkan Jerman untuk mencari atmosfer yang lebih liberal di Paris. Di sana ia terus mengaut gagasan Hegel dan para pendukungnya, namun ia juga mengalami dua gagasan baru- sosialisme Prancis dan ekonomi politik Inggris, inilah cara uniknya mengawinkan Hegelianisme, sosialisme, dengan ekonomi politik yang memabangun orientasi intelektualnya. Yang sama pentingnya adalah pertemuannya dengan orang yang menjadi sahabat sepanjang hayatnya, penopang finansialnya, dan kolabolatornya Friedrich Engels (Carver,1983). Engels menjadi seorang sosialis yang bersikap kritis terhadap kondisi yang dihadapi kelas pekerja. Pada tahun 1844 Engels dan Marx berbincang lama, dalam percakapan itu Engels mengatakan “Persetujuan penuh kita atas arena teoretis telah menjadi gamblang.....dan kerja sama kita berasal dari sini” (Mclellan, 1973: 131). Tahun berikutnya Engels memublikasikan satu karya penting. The Condition of the Working Class in England. Selama masa itu Marx menulis sejumlah karya rumit (banyak diantaranya tidak dipublikasikan sepanjang hayatnya). Termasuk The Holy Family and The German Ideology (keduanya ditulis bersama dengan Engels), namun ia pun menulis The Economic and Philoshopic Manuscripts of 1844, yang memayungi perhatiannya yang semakin meningkat terhadap ranah ekonomi.
Sebenarnya, banyak orang percaya bahwa Engels sering gagal memahami kejelian karyanya Marx (C. Smith,1997). Setelah kematian Marx, Engels menjadi juru bicara terkemuka bagi teori Marxian. Karena beberapa tulisannya meresahkan Pemerintah Prussia, Pemerintah Prancis (atas permintaan Pemerinta Prussia) mengusir Marx pada tahun 1845, dan ia berpindah ke Brussel. Radikalismenya tumbuh, dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional.
Pada tahun 1849 Marx pindah ke London, dan karena kegagalan revolusi politiknya pada tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner aktif dan beralih ke penelitian yang lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis. Pada tahun 1952, ia mulai studi terkenalnya tentang kondisi kerja dalam kapitalisme di British Museum.
Studi-studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku Capital, yang jilid pertamanya terbit pada tahun 1867, dua jilid yang lain terbit setelah ia meninggal. Ia hidup miskin selama tahun-tahun itu, dan hampir tidak mampu bertahan hidup dengan sedikitnya pendapatan dari tulisan-tulisannya dan dari bantuan Engels. Pada tahun 1864 Marx terlibat dalam aktivitas politik dengan bergabung dengan International,  gerakan pekerja internasional. Ia segera mengemuka dalam gerakan ini dan menghabiskan selama beberapa tahun di dalamnya. Ia mulai meraih ketenaran baik sebagai pemimpin International maupun sebagai penulis buku Capital. Namun disintegrasi yang dialami International pada tahun 1876, gagalnya sejumlah gerakan revolusioner, dan penyakit yang dideritanya menandai akhir karier Marx. Istrinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri pada tanggal 14 Maret 1883.

B.     Filsafat Dialektika
Dialektika adalah kerangka berpikir dan citra dunia. Di satu sisi, dialektika adalah kerangka berpikir yang menekankan pentingnya proses, hubungan, dinamika, konflik, dan kontradiksi suatu kerangka berpikir yang dinamis ketimbang statis tentang dunia.
Fokus Marx pada kontradiksi-kontradiksi yang benar-benar ada, membawa dia kepada suatu metode khusus untuk mempelajari fenomena sosial yang disebut dialetika (Ball, 1991: Friedrichs, 1972: Ollman, 1976: Scheinder,1971).
1.      Fakta dan Nilai
Dalam analisis dialektis, nilai-nilai sosial tidak dapat dipisahkan dari fakta-fakta sosial. Kebanyakan sosiolog menganggap nilai-nilai mereka bisa dan bahkan harus dipisahkan dari studi mereka terhadap fakta-fakta dunia sosial. Namun pemikir dialektis percaya bahwa bukan hanya tidak mungkin untuk membiarkan nilai-nilai tidak terlibat dalam studi terhadap dunia sosial, tetapi juga tidak diinginkan, karena hal itu akan menghasikan suatu sikap ketakberpihakan, sosiologi yang tidak manusia yang hanya menawarkan sedikit hal kepada orang dalam mencari jawaban-jawaban atas problem-problem yang mereka hadapi. Fakta-fakta dan nilai-nilai saling terkait, oleh karena itu fenomena sosial itu sarat nilai (value-laden). Ketika Marx terlibat secara emosional pada apa yang tengah dia pelajari, itu bukan berarti observasi-observasinya tidak akurat. Bahkan bisa dinyatakan bahwa pandangan Marx yang berpihak pada isu-isu ini memberinya pengertian yang tidak paralel terhadap hakikat masyarakat kapitalis.
2.      Hubungan Timbal Balik
Metode analisis dialektik bukanlah hubungan sebab akibat sederhana dan satu arah antar bagian-bagian dunia sosial. Bagi pemikir dialektis, pengaruh-pengaruh sosial tidak pernah secara sederhana mengalir di satu arah sebagaimana yang diadaikan para pemikir sebab akibat. Bagi dialektikawan, satu faktor mungkin memang berpengaruh pada faktor lain, namun faktor lain ini juga akan berpengaruh pada faktor pertama. Misalnya meningkatnya eksploitasi terhadap para pekerja oleh kapitalis barangkali menyebabkan para pekerja semakin tidak puas dan lebih militan, tetapi peningkatan militansi proletariat juga mungkin akan menyebabkan kapitalis beraksi dengan menjadi makin eksploitatif agar resistansi para pekerja ditakhlukan.
3.      Masa Lalu, Masa Sekarang, dan Masa Depan
Para dialektikawan tidak hanya tertarik pada hubungan fenomena-fenomena sosial pada dunia kontemporer, tetapi juga tertarik pada hubungan realitas-realitas kontemporer tersebut dengan fenomena-fenomena sosial masa lalu (Bauman, 1976: 81) dan masa yang akan datang. Hal ini memiliki dua implikasi yang terpisah terhadap sosiologi dialektis. Pertama, ia berarti bahwa para sosiolog dialektis bergelut mempelajari akar-akar historis dunia kontemporer sebagaimana yang dilakukan oleh Marx (1857-58/1964) dalam studinya terhadap sumber-sumber kapitalisme modern. Dan memang para pemikir Dialektis sangat kritis terhadap sosiologi modern karena kegagalannya melakukan banyak penelitian historis. Dalam hal ini ada contoh yang menarik dalam pemikiran Marx yang ditemukan dalam kutipan dari The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte:
Manusia menciptakan sejarah mereka sendiri, tetapi mereka tidak menciptakannya sebagaimana yang mereka senangi; mereka tidak menciptakannya dalam keadaan dimana mereka bisa memilih sendiri; tetapi dalam keadaan yang secara langsung bertemu dari masa lalu. Tradisi dari semua generasi yang telah meninggal, menghimpit seperti sebuah mimpi buruk dalam otak kehidupan.
(Marx, 1852/1970: 15)
Kedua, banyak pemikir dialektis menyesuaikan diri dengan tren sosial masa sekarang untuk memahami arah yang mungkin bagi masyarakat di masa depan. Para dialektikawan yakin bahwa bagaimana sesungguhnya dunia masa depan ini hanya bisa dilihat melalui studi yang hati-hati terhadap dunia kontemporer. Inilah pandangan mereka yang menyatakan sumber-sumber masa depan terdapat di masa sekarang.
4.      Tidak Ada yang Tidak Dapat Dielakkan
Pandangan dialektis yang melihat adanya hubungan antara masa sekarang dengan masa yang akan datang bukan berarti masa datang ditentukan oleh masa sekarang.
5.      Aktor dan Struktur
Para pemikir dialektis juga tertarik pada dinamika hubungan aktor dan struktur sosial. Marx tentu saja sudah mengenal saling pengaruh yang terus terjadi antara level-level utama analisis sosial. Inti pemikiran Marx berada pada hubungan antara manusia dan struktur struktur skala luas yang mereka ciptakan (Lefebvre, 1968: 8). Di satu sisi, struktur-struktur skala luas ini membantu manusia untuk memenuhi kebutuhan diri mereka; di sisi lain, dia mempresentasikan suatu ancaman yang menakutkan terhadap umat manusia. Namun, metode dialektis bahkan lebih kompleks dari ini, karena sebagaimana yang telah kita lihat, para dialektikawan mengakui keadaan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, dan hal ini juga berlaku untuk aktor-aktor dan struktur-struktur.

C.    Konsep Karl Max Mengenai Manusia (Humanisme)
1.      Sifat Dasar Manusia
Bagi Marx, konsepsi tentang sifat dasar manusia yang tidak memperhitungkan faktor-faktor sosial dan sejarah adalah salah, akan tetapi melibatkan faktor-faktor itu juga tidak sama dengan tidak menggunakan konsepsi tentang sifat dasar manusia sama sekali. Marx sering menggunakan istilah species being. Yang dia maksud adalah potensi-potensi dan kekuatan-kekuatan yang unik yang membedakan kita dengan spesies yang lain.
Sebagaian Marxis, seperti Louis Althusser (1969: 229), berpendapat bahwa Marx dewasa tidak meyakini adanya sifat dasar manusia apa pun. Tentu saja ada alasan-alasan untuk menganggap sifat dasar manusia tidak penting bagi seseorang yang tertarik mengubah masyarakat. Ide-ide tentang sifat dasar manusia seperti ketamakan, kecenderungan pada kekerasan, perbedaan gender “alamiah” kita sering digunakan untuk menentang perubahan sosial apa pun. Konsepsi-konsepsi sifat dasar manusia itu konservatif. Jika problem-problem kita disebabkan oleh sifat dasar kita, maka kita lebih baik belajar untuk membiasakan diri untuk mencoba mengubah segala sesuatu.
Meskipun demukian, jelas sekali bahwa Marx memiliki konsep sifat dasar manusia (Geras, 1983). Beberapa konsepsi tentang sifat dasar manusia adalah bagian dari teori sosiologi. Konsep kita tentang sifat dasar manusia mendikte bagaimana masyarakat bisa disokong dan diubah, akan tetapi yang paling penting bagi teori Marx adalah, anjurannya bagaimana masyarakat harus diubah.
2.      Kerja
Bagi Marx, spesies manusia dan sifat dasarnya terkait erat dengan kerja. Bagian penting pandangan Marx tentang hubungan antara kerja dan sifat dasar manusia diantaranya, pertama, yang membedakan kita dengan binatang adalah bahwa kerja kita mewujudkan suatu hal di dalam realitas yang sebelumnya hanya ada di dalam imajinasi. Produksi kita merefleksikan tujuan kita. Marx menyebut proses di mana kita menciptakan objek-objek eksternal di luar pikiran internal kita dengan objektivikasi. Kedua, kerja ini bersifat material. Ia bekerja dengan alam material untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan material kita. Ketiga, Marx percaya bahwa kerja ini tidak hanya mengubah alam, tetapi juga mengubah kita, termasuk kebutuhan, kesadaran, dan sifat dasar kita. Kerja, oleh karena itu, pada saat yang sama merupakan (1) obyektivikasi tujuan kita, (2) pembentukan suatu relasi yang esensial antara kebutuhan manusia dengan obyek-obyek material kebutuhan kita, dan (3) transformasi sifat dasar kita.
3.      Alienasi
Walaupun Marx percaya bahwa ada hubungan yang inheren antara kerja dan sifat dasar manusia, tetapi dia juga berpendapat kalau hubungan ini telah diselewengkan oleh kapitalisme. Dia menyebut hubungan yang diselewengkan ini dengan alienasi (D.Cooper, 1991; Meisenhelder, 1991).
Walaupun individulah yang mengalami alienasi dalam masyarakat kapitalis, fokus analitis dasar Marx adalah struktur kapitalisme yang jadi biang alienasi ini (Israel, 1971). Marx menggunakan konsep alienasi untuk menyatakan pengaruh produksi kapitalis terhadap manusia dan terhadap masyarakat. Hal terpenting yang patut dicatat di sini adalah sistem dua kelas di mana kapitalis menggunakan dan memperlakukan para pekerja (dan dengan cara demikian, waktu kerja mereka) dan alat-alat produksi mereka (alat-alat dan bahan mentah) sebagaimana produk-produk akhir dan para pekerja dipaksa menjual waktu kerja mereka kepada kapitalis agar mereka bisa bertahan.

D.    Teori Kelas Sosial
Teori kelas dari Marx berdasarkan pemikiran bahwa: “sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar golongan”. Menurut pandangannya, sejak masyarakat manusia mulai dari bentuknya yang primitif secara relatif tidak berbeda satu sama lain, masyarakat itu tetap mempunyai perbedaan-perbedaan fundamental antara golongan yang bertikai di dalam mengejar kepentingan masing-masing golongannya. Dalam dunia kapitalisme misalnya, inti dari kapitalisme yaitu pabrik lebih merupakan tempat utama terjadinya pertentangan-pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual dan antara buruh dan majikan; daripada merupakan tempat terjadinya kerja sama yang fungsional. Kepentingan golongan serta konfrontasi fisik yang ditimbulkannya adalah merupakan faktor utama dari proses sosial di dalam sejarah.
Analisis Marx selalu mengemukakan bagaimana hubungan antara manusia terjadi dilihat dari hubungan antara posisi masing-masing terhadap sarana-sarana produksi, yaitu dilihat dari usaha yang berbeda dalam mendapatkan sumber- sumber daya yang langka. Ia mencatat bahwa perbedaan atas sarana tidak selalu menjadi penyebab pertikaian antar golongan. Tetapi dia membenarkan bahwa tiap golongan masyarakat mempunyai cara khas yang dapat menimbulkan konflik antar golongan karena masyarakat secara sistematis menghasilkan perbedaan pendapat antara orang-orang atau golongan yang berbeda tempat atau posisinya di dalam suatu struktur sosial dan lebih penting lagi dalam hubungannya dengan sarana produksi. Marx memiliki anggapan yang begitu kuat bahwa posisi di dalam struktur sedemikian ini selalu mendorong mereka untuk melakukan tindakan  yang bertujuan untuk memperbaiki nasib mereka.
Meskipun demikian, sesungguhnya kepentingan golongan di dalam sosiologi Marx tidak dianggap sebagai sesuatu yang paling utama. Orang-orang berkembang di bawah lindungan orang-orang lain yang menduduki posisi sosial tertentu dan menuju ke arah keadaan sosial tertentu pula. Demikian yang terjadi di dalam perusahaan industri pada mulanya dimana pertikaian telah memecah kepentingan personal dari sekelompok orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain. tetapi demi mempertahankan upah mereka, kepentingan personal yang terpilih itu berkembang menjadi kepentingan bersama untuk menghadapi para majikan mereka, dan kepentingan bersama inilah yang mempersatukan mereka itu. Denga kata lain Marx hendak mengatakan bahwa manusia sebagai orang perorang hanya akan bergabung untuk membentuk suatu barisan (front) apabila harus melakukan konfrontasi terhadap golongan lain. kalua tidak, mereka akan hidup saling bertentangan satu sama lain dan selalu di dalam suasana bermusuhan.
Kemampuan kepentingan bersama (common interest) dari anggota-anggota satu lapisan sosial tertentu diperoleh dari lapisan sosial itu juga dari kedudukan lapisan sosial itu di dalam struktur sosial dan hubungan-hubungan produksi. Hanya orang-orang yang berkedudukan sama yang terlibat di dalam pertikaian akan mengubah pengertian “klase an sich” (kelas pada hakekatnya) menjadi “klasse fur sich” (kelas untuk kepentingan pribadi) dimana orang-orang itu akan terlibat di dalam perjuangan bersama dan oleh karenanya mereka menjadi sadar akan nasib yang menimpa mereka.
Meskipun sejumlah orang menempati posisi yang sama dalam proses produksi dan meskipun secara obyektif mereka mempunyai tujuan yang sama, hanya dengan mempersatukan diri mereka mampu membentuk suatu kesadaran kelas dan yang merupakan suatu badan yang menentukan sejarah, apabila mereka menyadari akan kebersamaan kepentingannya melalui konflik-konflik dengan kelas-kelas oposisi.
Bagi Marx, dasar dari sistem stratifikasi adalah tergantung dari hubungan kelompok-kelompok manusia terhadap sarana produksi. Yang termasuk ke dalam kelas modern yang terpenting hanyalah mereka yang bisa disebut “pemilik tenaga kerja”, pemilik modal, dan tuan-tuan tanah yang sumber keuangannya yang terpenting tergantung dari penerimaan upah, laba dan sewa tanah. Yang disebut kelas dalam hal ini adalah suatu kelompok orang-orang yang mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dalam organisasi produksi. Meskipun demikian, sebagaimana dapat dilihat bahwa dari kelompok yang mempunyai nasib yang sama kelas-kelas yang memiliki kesadaran diri memerlukan sejumlah kondisi tertentu untuk menjamin kelangsungannya, yaitu mereka memerlukan adanya suatu jaringan komunikasi di antara mereka, memusatkan massa rakyat, serta kesadaran akan adanya musuh bersama dan adanya suatu bentuk organisasi yang rapi. Kesadaran kelas hanya akan dan dapat tumbuh bila ada titik temu yang ideal terhadap materi, yaitu kombinasi antara permintaan ekonomi dan politis dengan permintaan moral dan ideologis.
Dengan cara berpikir yang sama, Marx mengemukakan pernyataan bahwa kelas pekerja (kaum buruh) harus mengembangkan kesadaran kelas, apabila kondisi tertentu yang dibutuhkan untuk itu telah ada dan mendorong untuk menyatakan bahwa kaum borjuis tidak mampu mengembangkan kesadaran yang sama bagi kepentingan kolektif mereka karena adanya persaingan yang ketat antara produsen-produsen kapitalis.

E.     Determinisme Ekonomi
Dari pandangan ekonomi klasik dapat dilihat gambaran sistem ekonomi pasar sebagai sesuatu keadaan dimana setiap orang bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan hanya mengejar tambahan keuntungan sendiri. Dia dengan kenyataan sedemikian ini bagaimanapun juga telah turut menunjang tercapainya haromoni keseluruhan masyarakat. Tetapi berbeda dengan kenyataan sedemikian itu, kata Marx ,adalah pendapat Raymond Aron yang mengatakan bahwa: “Tiap orang yang bekerja untuk kepentingannya sendiri, sesungguhnya telah mengambil bagian yang kontradiktif yaitu dalam kepentingannya yang fungsional dan sekaligus penggerogotan terhadap kekuasaan. Juga  berlawanan dengan kepentingan para “utilitarian” yang mengartikan kepentingan diri sendiri sebagai pengatur masyarakat yang harmonis. Marx melihat kepentingan diri sendiri di antara kaum kapitalis sebagai suatu tenaga destruksip yang menggerogoti kepentingan kelas yang pada umumnya sebagai sesuatu yang merusak kapitalisme. Tetapi adalah suatu kenyataan pahit kata Marx bahwa semua kaum kapitalis secara sadar bekerja untuk kepentingan diri mereka masing-masing dan telah menimbulkan krisis ekonomi yang makin hebat dan selanjutnya merusak kepentingan masyarakat umum. Kondisi kerja serta peranan yang diembannya, telah mengikat kaum buruh untuk solider satu sama lain dan juga untuk mengatasi persaingan antar kawan dengan tujuan untuk melakukan perlawanan atau tindakan bersama demi kepentingan bersama kelasnya. Sebaliknya kaum kapitalis yang terdesak oleh persaingan pasar berada dalam posisi yang sulit yang tidak memungkinkan mereka menuntut terlalu banyak dari kepentingan masyarakat umum. Keadaan pasar serta persaingan produksi sebagai ciri khas kapitalisme, cenderung untk memisahkan para produsen satu sama lain. Marx mengakui bahwa kaum kapitalis memungkinkan besar akan lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka, tetapi kepentingan ini lebih bersifat politis dari pada kepentingan ekonomis. Kaum kapitalis yang terpecah belah oleh persaingan ekonomis antar golongannya sendiri akan mengembangkan suatu ideologi yang sesuai dengan sistem politik yang dominan demi kepentingan mereka bersama, sehingga kekuatan serta ideologi politik mempunyai fungsi yang sama bagi kaum kapitalis sebagaimana kesadaran kelas berarti bagi kaum buruh.
Bagi Marx, faktor ekonomi adalah faktor penentu yang paling akhir, di mana kaum borjuis selalu menjadi korban dari persaingan yang sudah menjadi sifat dari semua kehidupan eksistensi ekonomi. Kenyataan sedemikian ini sesungguhnya dapat mengembangkan suatu bentuk kesadaran, tetapi kesadaran itu hanyalah merupakan kesadaran palsu, artinya kesadaran yang tak lebih dari keterkaitannya pada salah satu cara berproduksi yang secara ekonomis saling bersaingan. Oleh karena itulah, baik kaum borjuis sebagai suatu kelas di dalam masyarakat, negara borjuis ataupun ideologi borjuis, semuanya tidak dapat dipakai sebagai penyalur untuk menghilangkan kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri yang dipunyai kaum borjuis. Pemerintah borjuis pasti akan runtuh apabila semangat ekonomi telah matang dan apabila kaum buruh yang sadar akan kepentingan bersama mereka dan diperkuat dengan sistem yang tepat untuk membangun ide-ide mereka, bergabung dengan solidaritas yang kuat untuk bersama-sama menghadapi lawan mereka yang terpecah belah. Sekali kaum buruh sadar bahwa mereka dikucilkan dari proses produksi serta, tidak diikut sertakandalam sistem ekonomi, maka era kapitalisme telah memasuki masa keruntuhannya, dan itu berarti telah memasuki masa akhir kejayaannya.

F.     Kritik Terhadap Masyarakat
Ada beberapa problem di dalam teori Marx yang harus didiskusikan. Pertama, problem yang secara aktual terdapat dalam komunisme. Kegagalan masyarakat-masyarakat komunis dan perubahannya menjadi ekonomi yang lebih berorientasi kapitalistis memaksa kita mempersoalkan apakah makna semua ini bagi peran teori Marxian di dalam sosiologi. Ide-ide Marx kelihatannya telah diuji dan ternyata gagal. Pada suatu waktu, hampir sepertiga populasi dunia hidup di bawah negara-negara yang terinspirasi ide-ide Marx. Sekarang, banyak Negara Marxis ini menjadi kapitalis dan bahkan negara-negara yang masih mengklaim dirinya Marxis, tak lain adalah bentuk kapitalisme yang terbirokrasikan,.
Untuk membantah kritik ini, kita bisa mengemukakan bahwa negara-negara ini sebenarnya tidak pernah mengikuti ajaran-ajaran Marx, dan tidak pada tempatnya kalau kritik-kritik ditujukan untuk menyalahkan Marx atas setiap penyalahgunaan teorinya. Bagaimanapun, kritik yang menyatakan bahwa Marx sendiri mendesak teori Marxis tidak harus terpisah dari keberadaan praktisnya secara aktual. Sebagaimana ditulis oleh Alvin Gouldner (1970:3), “ Karena telah dirancang untuk mengubah dunia, dan bukannya untuk menghasilakn suatu interpretasi lain atasnya, maka teori Marxis mestinya diukur berdasarkan skala sejarah”. Jika Marxisme tidak pernah terbukti pada praktiknya maka bagi Marx sebaik-baiknya dia akan menjadi sebuah teori yang tak ada gunanya dan seburuk-buruknya menjadi ideologis. Kemudian daripada itu terlihat jelas bahwa kelemahan Marx dari segi komunisme. Seandainya dia mengembangkan teori birokrasi negara yang komplit, tidak tertutup kemungkinan Marx malah akan lebih memilih setan-setan kapitalisme.
Problem kedua yang sering dikemukakan adalah tidak adanya subjek emansipatoris. Inilah ide bahwa teori Marx menempatkan proletariat di jantung perubahan sosial yang akan menggiring kepada komunisme, namun pada kenyataannya proletariat jarang memperoleh posisi ini dan sering termasuk ke dalam kelompok-kelompok yang menentang komunisme. Hal ini juga ditambah dengan fakta bahwa para intelektual misalnya sosiolog-sosiolog akademis mengisi keruang yang ditinggalkan oleh proletariat dan mensubstitusikan aktivitas-aktivitas    intelektual untuk perjuangan kelas. Kekecewaan para intelektual terhadap konservatisme proletariat ditransformasikan menjadi sebuah teori yang menegaskan aturan ideologi lebih gencar dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Marx dan yang cenderung melihat “pahlawan-pahlawan” revolusi masa depan sebagai korban-korban penipuan.
Problem ketiga adalah hilangnya dimensi gender. Salah satu poin utama teori Marx adalah bahwa kerja menjadi sebuah komoditas di bawah kapitalisme, sementara pada fakta historisnya hal ini lebih sedikit terjadi pada wanita ketimbang laki-laki. Untuk tingkatan yang lebih luas. Kerja laki-laki yang diupah tergantung pada kerja wanita yang tidak diupah. Hal ini benar khususnya ketika hal ini terjadi pada generasi-generasi pekerja selanjutnya. Sayer (1991) mencatat bahwa hal ini tidak hanya meninggalkan satu ruang kosong di dalam analisisnya, akan tetapi memengaruhi argument utamanya bahwa kapitalisme didefinisikan dengan ketergantungan pertumbuhannya pada tenaga kerja, sebab pertumbuhan tenaga kerja tergantung pada kerja wanita yang tidak diupah. Patriarki mungkin menjadi suatu dasar yang esensial bagi kemunculan kapitalisme yang begitu saja diabaikan Marx.
Problem keempat adalah bahwa Marx melihat ekonomi sebagai sesuatu yang dikendarai oleh produksi dan mengabaikan aturan konsumsi. Fokusnya pada produksi menggiringnya untuk memprediksikan bahwa masalah-masalah efisiensi dan pemotongan upah akan menggiring pada proletarianisasi, peningkatan alienasi, dan semakin meruncingnya konflik kelas. Bisa didebat bahwa pusat aturan konsumsi di dalam ekonomi modern mendorong beberapa kreativitas dan usaha bahwa hal ini menunjukkan adanya jenis pekerjaan yang bergantung pada gaji yang tidak menyebabkan alienasi. Orang-orang yang membuat video game yang baru atau menyutradarai film-film atau mempertunjukkan musik popular kurang teralienasi dari kerjanya, meskipun mereka masuk ke dalam sistem kapitalis. Walaupun hanya ada sedikit jenis pekerjaan yang seperti ini, namun hal ini memberikan harapan konkret untuk massa yang teralienasi yang bisa mengantisipasi bahwa mereka, atau setidaknya anak-anak mereka, mungkin bisa memperoleh pekerjaan yang menarik dan kreatif.
Terakhir, sebagian menganggap Marx tidak kritis dalam menerima konsepsi kemajuan Barat sebagai sebuah problem. Marx percaya bahwa mesin sejarah adalah manusia yang selalu meningkatkan eksploitasi terhadap alam demi kebutuhan-kebutuhan materialnya. Di samping itu, Marx yakin bahwa hakikat manusia adalah kemampuannya untuk mengolah alam demi mencapai tujuan-tujuannya. Asumsi-asumsi inilah yang barangkali jadi penyebab banyaknya krisis lingkungan saat ini dan di masa datang.

G.    Karya – Karya Karl Max
Berikut adalah beberapa karya Marx semasa hidupnya:
1.      Economic and Philosophical Manusript.
Tulisan ini terinspisrasi karena Marx banyak mengenal tulisan-tulisan ahli ekonomi politik seperti Adam Smith dan David Ricardo. Marx dalam hal ini mengambil isu individualisme pendekatan ini dengan mengatakan bahwa deengan individualisme manusia dikesampingkan.
2.      The German Ideology
Karya ini merupakan hasil pemikirannya dengan Engles. Karya ini mengenai suatu interpretasi komprehensif tentang perubahan dan perkembangan sejarah sebagai alternatif terhadap interpretasi Hegel mengenai sejarah.
3.      The Class Strruggles in France dan The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte.
Kedua esai ini menerapkan metode materialis historisnya Marx dengan berusaha untuk mengungkapkan kondisi-kondisi sosial dan material yang mendasar yang terdapat di bawah permukaan perjuangan-perjuangan ideologis yang dinyatakan hanya dengan kondisi-kondisi sosial dan materil.
4.      The Communist Manifesto
Sebuah tulisan yang ditugaskan kepada Marx oleh organisasi Communist League setelah perdebatan antara Marx dan Weikting dalam organisasi itu mengenai waktu yang tepat untuk revolusi proletariat. Dan ini merupakan pernyataan yang akan menjadi program teoretis untuk organisasi itu.


5.      Das Kapital
Dalam Das Kapital Marx mengembangkan dan mensistematisasi sebagian besar ide-ide yang sudah diuraikan sebelumnya secaara singkat dari karya-karya sebelumnya


0 komentar:

Posting Komentar